STATION NEWS Hulu Migas Tetap Jadi Pilar Ketahanan Energi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

STATION NEWS Hulu Migas Tetap Jadi Pilar Ketahanan Energi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

JAKARTA – Industri hulu migas dinilai penting untuk mempertahankan pilar utama dalam mencapai ketahanan energi negara di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran. Sebab ketahanan energi menjadi landasan penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.

Industri hulu migas masih berperan besar dalam memenuhi kebutuhan energi negara, kata Komedi Notonegoro, direktur eksekutif ReforMiner Institute. Pada akhir tahun 2023, pangsa migas dalam bauran energi Indonesia masih sebesar 47%, dan pangsa migas dalam konsumsi energi global masih sebesar 55,10%.

Artinya minyak dan gas bumi akan terus mendominasi bauran energi global hingga tahun 2050, karena energi baru terbarukan masih menghadapi tantangan teknologi dan perekonomian, ujarnya di Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Menurut Comeidi, ketahanan energi tidak hanya mendukung industri energi, tetapi juga erat kaitannya dengan ketahanan perekonomian. Kata dia, merujuk pada tujuan pemerintahan Prabow-Gibran yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi 6-8% mulai tahun 2025, untuk mencapai Indonesia Emas 2045, konsumsi energi juga harus meningkat. “Dalam upaya ini, konsumsi energi akan meningkat sekitar 1-1,5 kali lipat laju pertumbuhan ekonomi. “Hal ini menjadikan pasokan energi yang stabil dan terjangkau menjadi kebutuhan yang mendesak,” tegasnya.

Berdasarkan kajian ReforMiner Institute di Kofi, industri hulu migas juga erat kaitannya dengan struktur perekonomian Indonesia, mencakup sekitar 120 sektor ekonomi dari 185 sektor yang ada saat ini. Industri memberikan kontribusi sekitar 85% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan 81% terhadap penyerapan lapangan kerja di seluruh wilayah Indonesia. “Hal ini menunjukkan pentingnya sektor tersebut dalam mendukung ketahanan energi dan perekonomian nasional,” ujarnya.

Sebaliknya, jika industri hulu migas tidak beroperasi maka dampak ekonomi akan sangat besar jika terus mengalami penurunan. ReforMiner memperkirakan potensi kerugian mencakup Rp420 triliun, pendapatan nasional $200 triliun, dan investasi sekitar $210 triliun. Selain itu, kebutuhan devisa impor migas akan meningkat tajam pada tahun 2050, dan diperkirakan mencapai Rp 2.500 triliun hingga 3.500 triliun.

Di sisi lain, Komaidi menegaskan kinerja industri hulu migas Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Rata-rata produksi minyak dan gas Indonesia akan menurun masing-masing sekitar 3,06% dan 1,87% per tahun dari tahun 2013 hingga 2023. Penurunan tersebut juga tercermin pada cadangan minyak dan gas bumi yang turun masing-masing sebesar 5,34% dan 7% pada tahun yang sama.

Untuk mengatasi penurunan tersebut, sejumlah pihak telah melakukan sejumlah langkah, antara lain dengan menemukan cadangan migas baru di Chin Utara (Kutai) dan Andaman Selatan, lanjut Komaidy. Selain itu, beberapa proyek pengembangan di Natuna dan optimalisasi sumur yang ada terus meningkatkan produksi minyak dan gas negara.

Pemerintah juga mendukung industri hulu migas melalui kebijakan yang memperkuat statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (NSP). Serangkaian peraturan seperti Perpres Nomor 58 Tahun 2017, Perpres Nomor 56 Tahun 2018, dan Perpres Nomor 109 Tahun 2020 diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan proyek-proyek strategis hulu migas.

Namun, Komaidi menambahkan, perizinan masih menjadi kendala utama yang harus diatasi. Rumitnya perizinan yang melibatkan 19 kementerian atau lembaga masih menjadi tantangan besar bagi operator migas, ujarnya. Oleh karena itu, Komeidi mengharapkan pemerintahan baru lebih proaktif dalam mengefektifkan proses perizinan dan meningkatkan produksi migas, berdasarkan filosofi Production Sharing Contract (PSC) yang menekankan peran negara sebagai pemilik sumber daya. .

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *