ACEH – Indonesia tercatat sebagai negara paling rentan kedua terhadap gempa dan tsunami dari 193 negara di dunia.
Berdasarkan Laporan Risiko Global 2023 yang disampaikan oleh Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV dari Ruhr-University Bochum.
Kepala Badan Cuaca Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan kelemahan tersebut karena Indonesia berada di antara lempeng tektonik dunia seperti lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia yang dapat menimbulkan gempa bumi dan tsunami. .
Gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004 yang menewaskan ratusan ribu orang menjadi dasar bagaimana sistem peringatan dini harus dikembangkan.
Menurut Dwikorita, pasca tsunami Aceh pada tahun 2004, pemerintah Indonesia membuat sistem peringatan dini tsunami dan diterapkan pada tahun 2008.
Sejak saat itu, sistem ini berperan penting dalam mengurangi risiko tsunami. Namun, “beberapa kejadian seperti tsunami Palu tahun 2018 menunjukkan perlunya memadukan kemajuan teknologi dengan kesiapsiagaan dan ketahanan,” kata Dwikorita, Kamis (26/12).
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Mutu Nasional (BSN), Universitas Gajah Mada (UGM) dan para ahli lainnya mengeluarkan model yang disebut Pedoman Penerapan Program Dini Berbasis Komunitas. peringatan. sistem untuk tsunami, ISO 22328-3 dan ditetapkan sebagai standar internasional.
20 tahun yang lalu, pada tanggal 26 Desember 2004, salah satu gempa bumi terbesar melanda pantai barat Sumatera.
Gempa berkekuatan 9,1 skala Richter tersebut menimbulkan tsunami besar yang menyebar di sepanjang pesisir Provinsi Aceh di Indonesia dan berbagai negara di Samudera Hindia.
Tsunami, yang dikenal di Indonesia sebagai Tsunami Aceh, menewaskan sekitar 230.000 orang di 14 negara, menurut PBB.
Diantaranya terdapat 9.000 wisatawan asing dari berbagai negara.
Namun data Koalisi Evaluasi Tsunami menunjukkan sedikitnya 275.000 orang meninggal dunia. Jumlah tersebut belum termasuk korban yang tercatat hilang.