JAKARTA – Lembaga Reasuransi Indonesia mengajak pemangku kepentingan untuk menerapkan langkah mitigasi dalam rangka bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya gempa megathrust. Hal ini penting mengingat Indonesia terletak di wilayah rawan bencana.
Upaya mitigasi tersebut dibahas dalam webinar bertajuk “Potensi Mega Gempa: Identifikasi Bahaya, Potensi Kerugian dan Langkah Mitigasinya.” Acara ini mengundang para pemangku kepentingan untuk membahas isu-isu utama terkait bahaya gempa megathrust, strategi pengurangan bahaya, dan peran industri asuransi dalam mengelola risiko keuangan yang timbul akibat bencana alam.
Diskusi tersebut dihadiri oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kegiatan ini merupakan bagian dari program iLearn yang diprakarsai oleh Re-Institute Indonesia untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengurangan risiko bencana.
Acara ini dihadiri oleh 278 profesional dari berbagai sektor di industri asuransi dan reasuransi yang berperan penting dalam manajemen risiko, penilaian klaim dan pengambilan keputusan strategis di perusahaan masing-masing.
Direktur Pengembangan dan Teknologi Informasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) Beatrix Santi Anugerah Beatrix Santi Anugerah mengatakan Indonesia berada pada wilayah yang rawan bencana, termasuk kemungkinan terjadinya gempa dorong besar yang dapat membawa risiko signifikan bagi berbagai industri, khususnya industri. industri asuransi dan reasuransi. .
“Kolaborasi yang kuat antara akademisi dan praktisi penting untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan menghadapi potensi risiko bencana banjir besar,” kata Beatrix Santi, Jumat (11 Oktober 2024).
BMKG mencatat, di Indonesia, besar kemungkinan terjadinya gempa bumi akibat pergerakan lempeng di zona sesar megathrust, terutama yang dapat menimbulkan dampak bencana ringan hingga berat. Oleh karena itu, departemen harus tetap waspada, bersiap dan mengurangi risiko.
Septa Anggraini, Ketua Tim Komunikasi Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, mengatakan timnya telah membentuk sistem end-to-end untuk memantau dan mendeteksi gempa bumi.
“Sistem mengolah data seismometer menjadi informasi yang kemudian disampaikan kepada pemerintah sehingga dapat segera diambil tindakan atau kebijakan yang tepat untuk melindungi masyarakat,” ujarnya.
Udrekh, Direktur Pemetaan dan Pengkajian Risiko Bencana BNPB, menjelaskan siklus gempa saat ini dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya gempa di masa depan. Informasi ini penting bagi asuransi untuk menghitung risiko bencana berdasarkan kapan segmen gempa terakhir aktif.
“BNPB bekerja sama dengan para ahli untuk menghasilkan peta bahaya dan risiko bencana. Peta-peta ini merupakan alat penting untuk mitigasi bencana dan perhitungan potensi kerugian, baik dari segi asuransi maupun ekonomi,” ujarnya.
Irwan Meilano, akademisi Sekolah Geosains dan Teknologi ITB, menekankan pentingnya membangun ketahanan nasional terhadap gempa bumi sebagai prioritas. Melalui model perhitungan probabilistik, kita dapat memperkirakan potensi kerusakan akibat gempa bumi, termasuk bangunan seperti sekolah yang sering rusak akibat guncangan atau tsunami. Hal ini penting untuk memitigasi berbagai bidang risiko.
“Dengan data historis dan analisis yang baik, potensi kerugian bisa diprediksi, meski belum bisa dipastikan kapan gempa akan terjadi,” kata Irwan.