JAKARTA – Bitcoin (BTC) kini mendekati angka USD 62.000, dan sempat sempat berada di atas USD 59.000 setelah laporan inflasi AS (Indeks Harga Konsumen atau CPI) bulan September menunjukkan hasil yang melebihi ekspektasi.
Data menunjukkan peningkatan inflasi sebesar 2,4% setiap tahunnya, sedikit lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 2,3%. Selain itu, inflasi inti yang mengabaikan biaya energi dan pangan juga tercatat meningkat sebesar 3,3%, melebihi perkiraan sebesar 3,2%.
Situasi ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga Bitcoin tidak bisa melampaui angka 64.000 USD, meski diharapkan akan mendorong penurunan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve beberapa waktu lalu. Sebagai informasi, AS
Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat memengaruhi berbagai jenis aset, misalnya aset berisiko seperti Bitcoin. Meskipun penurunan suku bunga sering kali dianggap sebagai pertanda baik bagi aset digital dan produk lainnya, kenyataannya dampak kebijakan moneter ini tidak akan terasa dalam jangka pendek.
Pada bulan September 2024, Federal Reserve memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin untuk mengekang inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun langkah tersebut belum cukup memberikan dorongan besar bagi harga Bitcoin untuk menghadapi kenaikan yang lebih tinggi.
Banyak pelaku pasar memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut sebesar 25 poin persentase pada pertemuan November 2024, namun setelah data inflasi terbaru keluar dari ekspektasi, kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut semakin mengecil. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran bahwa pelonggaran moneter yang cepat dapat menyebabkan peningkatan inflasi lebih lanjut, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas perekonomian.
“Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan memberikan tekanan lebih besar pada aset berisiko seperti Bitcoin. Langkah Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga diperkirakan akan memberikan angin segar bagi pasar kripto. Namun kenyataannya, pasar masih menyikapinya dengan hati-hati. kata Kepala Indodex, Oscar Darmawan, Jakarta, Senin (14/10/2024).
Oscar menegaskan, ketidakpastian perekonomian global serta perubahan perkembangan geografis yang terus terjadi juga mempengaruhi sentimen pasar secara umum. Saat ini, pasar kripto secara keseluruhan berada dalam fase yang sulit, dengan banyak investor yang masih menunggu dan berproses.
Menurut Oscar, kemungkinan penurunan suku bunga yang seringkali menjadi stimulus positif bagi Bitcoin, tidak mampu mengatasi tekanan negatif kondisi perekonomian global yang tidak stabil.
“Banyak investor yang masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan Federal Reserve sebelum mengambil keputusan investasi yang serius,” tambahnya.
Meski demikian, Oscar tetap optimistis dalam jangka menengah dan panjang, Bitcoin berpeluang kembali menguat, apalagi jika inflasi berhasil dikendalikan dan kebijakan moneter mulai dilonggarkan.
“Setelah tekanan jangka pendek, saya melihat peluang besar bagi bitcoin untuk pulih, terutama jika kondisi ekonomi global membaik dan pelonggaran moneter terus berlanjut,” ujarnya.
Faktor politik juga mulai berperan penting dalam menentukan arah masa depan pasar kripto. Menjelang pemilihan presiden tahun 2024, mulai bermunculan spekulasi mengenai kemungkinan terpilihnya pemimpin yang ramah terhadap aset digital, yang kemudian bisa menjadi stimulus positif bagi harga Bitcoin dan aset kripto lainnya.
“Investor masih optimis Bitcoin bisa mengalami pemulihan pada kuartal terakhir tahun ini, apalagi jika kebijakan ekonomi global lebih mendukung sektor kripto,” kata Oscar.