JAKARTA – Jurnalis asal Aceh M Nur Fauzi berkolaborasi dengan Gudskul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mereka menampilkan tiga film yang sangat unik dan bersejarah: Tapak Jejeg, Tendangan Keset Penusukan dan Tendangan Sikut Maen Pukul.
Melalui ketiga karyanya tersebut, Fauzi menggali memori lokal terkait seni bela diri tradisional Betawi yang dikenal dengan sebutan maen pukul. Fauzi dan Gudskul Ecosystem berkolaborasi dalam hasil program Indonesiana Lab: Baku Konek.
Karya Fauzi tidak hanya menampilkan gerak-gerak pencak silat saja, namun juga menjadi rekaman visual warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun di Desa Bengek, Jagakarsa. Dengan menggunakan teknik pena di atas kertas yang dipadukan dengan Augmented Reality (AR), Fauzi berhasil menjaga seni bela diri ini dalam seni modern tanpa menghilangkan akar tradisionalnya.
Dalam setiap pukulan Fauzi, Fauzi ingin menyampaikan pesan penting bahwa kesenian tradisional seperti mencambuk merupakan bagian dari empat indikator terpadu dan patut dilestarikan kenangannya. Di desa-desa kecil Jagakarsa, kegiatan ini diberikan kepada para pemuda oleh guru silat.
Melalui karya visualnya, Fauzi berharap karyanya dapat menjadi salah satu cara untuk menyampaikan informasi tersebut kepada generasi muda. “Karya ini adalah cara saya ikut melestarikan pencak silat Betawi agar terkadang jurus-jurus seperti Tapak Jejeg dan Tendangan Keset Bacok tidak hilang. Empat gambar tersebut saya gunakan untuk membangkitkan kesadaran khususnya di kalangan generasi muda,” kata Fauzi.
Menurutnya, Tapak Jejeg, Tendangan Keset Tusuk, dan Tendangan Nudge Maen Ketukan merupakan representasi visual dari semangat melestarikan warisan budaya di tengah kekuasaan modern. Kolaborasi Kreatif dalam Program Residensi Baku Konek Karya ini ditampilkan dalam Rangkaian Perayaan HUT ke-50 Jakarta Biennale yang diselenggarakan pada 1 Oktober hingga 15 November 2024 di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Proyek Fauzi x Gudskul Ekosistem merupakan hasil program residensi Baku Konek yang digagas Ruangrupa dan Direktorat Pengembangan Kepegawaian dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Pengelolaan Bakat Seni dan Budaya Nasional (MTN). Program ini memberikan kesempatan bagi para seniman dari berbagai daerah di Indonesia untuk saling berkolaborasi, berbagi pengalaman dan menciptakan karya baru yang berakar pada komunitas lokalnya.
“Saya sangat senang dan bersyukur bisa berpartisipasi di Baku Konek. Ini adalah kesempatan langka untuk belajar lebih banyak tentang seni, ruang angkasa, dan masyarakat yang belum saya ketahui sebelumnya. Kesempatan bekerja dengan ekosistem Gudskul memberikan banyak manfaat. inspirasi,” kata Fauzi.
Selain itu, pameran tiga karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 juga menjadi kebanggaan tersendiri baginya. Pameran besar ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat, namun juga pengunjung dari luar negeri sehingga membuka peluang bagi Fauzi untuk mempopulerkan adat dan tradisi Indonesia.
“Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan bisa menampilkan karya saya di pameran sebesar ini bersama para seniman dan pecinta seni dari seluruh dunia. Semoga pesan pentingnya melestarikan seni bela diri dapat tersampaikan kepada banyak orang, ” tambahnya.
Refleksi dan Harapan Karya Tapak Jejeg, Tendangan Keset Bacok dan Tendangan Nudge Maen Mogok tidak hanya sekedar ekspresi aktivitas fisik, namun juga pentingnya pelestarian budaya di masa kini. Melalui karyanya yang penuh makna, Fauzi berhasil menghidupkan kembali gaya-gaya tradisional yang mungkin hampir terlupakan, sekaligus mengawali perbincangan tentang bagaimana seni dapat berperan dalam menjaga identitas budaya.
Karya Fauzi di Jakarta Biennale 2024 merupakan satu dari 18 seniman lain yang tergabung dalam program Baku Konek 2024.
Baku Konek merupakan salah satu kontributor Jakarta Biennale 2024. Baku Konek memiliki beragam karya dari berbagai seniman yang menampilkan kolaborasi 23 seniman dari 10 provinsi di Indonesia. Program residensi ini diprakarsai oleh Ruangrupa dan Direktorat Pengembangan Kepegawaian dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui Pengelolaan Bakat Nasional (MTN) bidang seni dan budaya serta bekerja sama dengan komunitas dan organisasi khusus di berbagai daerah di Indonesia.
Program Baku Konek memungkinkan seniman melakukan residensi di berbagai daerah di Indonesia sehingga membuka peluang dialog antar budaya dan lingkungan. Merayakan ulang tahun Jakarta Biennale ke-50, karya-karya ini mencerminkan kompleksitas Indonesia, kekayaan budaya yang beragam, serta tantangan lingkungan yang dihadapi masyarakat di seluruh nusantara.