Kampus Farmasi Banyak Cetak Apoteker Tiap Tahun, Pemerataan Jadi Tantangan

Kampus Farmasi Banyak Cetak Apoteker Tiap Tahun, Pemerataan Jadi Tantangan

JAKARTA – Perguruan tinggi farmasi telah melahirkan sejumlah apoteker yang berjasa dalam dunia kesehatan. Sayangnya, sebaran tenaga apoteker dinilai masih belum merata.

Podcast literasi kesehatan melaporkan bahwa sekitar 12.000 apoteker baru lulus dari 70 universitas farmasi di Indonesia setiap tahunnya. Namun, tanpa insentif pemerintah untuk melayani di daerah terpencil, pemerataan tenaga kesehatan masih menjadi tantangan.

Baca Juga: Perkuat posisi di industri farmasi, Unicel tawarkan dua produk andalan

“Kami berharap apoteker tidak hanya berpraktek di kota-kota besar, tapi juga di daerah-daerah yang menjangkau masyarakat yang membutuhkan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Apoteker Indonesia (AIA) Nofendri Rostam, Minggu (12/1). .

Dia menjelaskan, 60 persen apotek terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan sisanya tersebar di seluruh Indonesia. Pola ini juga terlihat di wilayah provinsi – mayoritas apotek berpraktik di ibu kota dibandingkan di wilayah atau kota lain.

“Hingga Oktober 2024, terdapat 106.000 apoteker di Indonesia, namun distribusi layanan kesehatan yang tidak merata berdampak pada banyak negara,” kata Nofranri.

Di tengah terbatasnya sumber daya kesehatan, pengobatan mandiri – pengobatan mandiri untuk masalah kesehatan ringan – menjadi hal yang penting.

Menurut Dr. Muhammad Fajri Adai, seorang dokter residen dan pensiunan dokter kardiologi, membantu masyarakat melakukan pengobatan mandiri

Mengobati gejala ringan sekaligus mengurangi beban fasilitas kesehatan. Tapi mari kita menjadi pengembang yang serius.

“Pembelian obat bebas (lingkaran hijau) dan obat bebas terbatas (simbol lingkaran biru) tanpa resep harus dilakukan sesuai aturan takaran pada kemasan, karena peradangan dapat ditemukan pada obat tersebut. efek sampingnya. jeroan, “jelas Fajri.

Ia juga menekankan pentingnya berkonsultasi dengan ahli kesehatan jika kondisinya tidak membaik dalam tiga hari.

Sementara itu, Psikolog Klinis Anak dan Keluarga Irma Gastiana Andriani menambahkan, minimnya pengetahuan dasar tentang hidup sehat dan penggunaan narkoba yang aman di rumah dan sekolah menjadi peluang untuk mengalami hal-hal berbahaya, termasuk narkoba.

“Perlu kerja sama banyak pihak, tidak hanya keluarga, tapi juga masyarakat, pemerintah, dan sekolah untuk memberikan edukasi sejak dini tentang bijak menggunakan narkoba,” tutupnya.

Dalam acara ini ketiga narasumber menyimpulkan bahwa untuk menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan semua pihak dan dirasionalisasikan dengan memasukkan berbagai strategi.

Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian antara lain pengobatan mandiri dan pendidikan masyarakat yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran tentang penggunaan obat yang aman.

Kemudian mempercepat dan menyederhanakan proses perizinan apotek untuk menjamin akses masyarakat terhadap pengobatan mandiri di Indonesia, dan pemerataan infrastruktur kesehatan, seperti fasilitas pelayanan kefarmasian dan tenaga kefarmasian.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *