NEW DELHI – Kehidupan kotor zaman Firaun telah ditemukan oleh sekelompok arkeolog. Seksualitas pada masa Firaun memerlukan pemahaman terhadap kondisi sosial, agama, dan hukum pada masa itu.
Berbeda dengan masyarakat Barat modern, seks di Mesir kuno tidak dianggap tabu atau berdosa. Ekspresi seksual dipandang sebagai bagian alami kehidupan, tertanam dalam mitologi, agama, dan aktivitas sehari-hari.
Hal ini memungkinkan prostitusi terekspos, meski bentuk dan persepsinya berbeda-beda.
Wanita di Mesir kuno memiliki hak dan kemandirian yang besar. Mereka dapat memiliki properti, mengajukan cerai, dan menjalankan bisnis sendiri.
Kemandirian ini memungkinkan sebagian perempuan memasuki perdagangan seks, mengelola bisnis mereka dengan cara yang tidak biasa pada saat itu.
Pemujaan terhadap dewi Isis, misalnya, memasukkan hubungan intim sebagai bagian dari ritual keagamaan.
Beberapa tafsir menyebutkan bahwa pendeta Isis melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai “prostitusi suci”.
Namun hal ini tidak sama dengan prostitusi komersial. Pelayanan ini lebih bersifat spiritual, dianggap sebagai jembatan antara bumi dan Tuhan.
Bukti prostitusi di Mesir kuno masih tersebar dan terbuka untuk ditafsirkan. Catatan jarang membahas hal ini secara langsung. Bukti arkeologi seperti papirus, prasasti, dan karya seni memberikan petunjuk, namun penafsirannya bisa berbeda-beda.
Penting untuk dicatat bahwa prostitusi di Mesir kuno mungkin tidak homogen. Praktik dan sikap dapat bervariasi berdasarkan lokasi, kelas sosial, dan periode waktu.
Prostitusi di Mesir kuno merupakan fenomena kompleks yang menyatu dengan realitas sosial, agama, dan hukum pada masanya. Memahami hal ini memerlukan perspektif yang lebih luas dan menjauh dari interpretasi modern tentang seksualitas dan moralitas.
Diperlukan lebih banyak penelitian mengenai topik ini untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang prostitusi di Mesir kuno serta peran dan pentingnya prostitusi dalam masyarakat pada saat itu.