Oke Arlivan
Alumni Universitas Oxford, sekolah bisnis kata
Dosen di Universitas BPP di London
Kemacetan dan angkutan umum di Kota Jakarta selalu menarik untuk dibahas, terutama terkait dengan para pemimpin Jakarta yang selalu berusaha untuk membenahi permasalahan ini. Namun, apa yang membuat kemacetan di Jakarta begitu rumit dan lambat? Dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa, Jakarta sering dipandang sebagai simbol kemajuan Indonesia, namun juga merupakan ilustrasi nyata permasalahan transportasi perkotaan yang kompleks. Tak hanya infrastruktur dan aturan jalan, konsep pendekatan yang tepat bisa menjadi solusi kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Kemacetan di Jakarta bukan hanya soal banyaknya kendaraan yang melintasi ruang jalan tersebut. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berhubungan: urbanisasi yang cepat, kurangnya sistem transportasi umum yang memadai, ketergantungan pada mobil pribadi dan perencanaan kota yang tidak terkoordinasi dengan baik. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Jakarta telah menjadi magnet urbanisasi, memicu ledakan populasi dan memperburuk permasalahan transportasi.
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai solusi telah diusulkan oleh pemerintah provinsi dan nasional, termasuk pembangunan jalan tol, landasan pacu, dan underpass. Namun, sebagian besar solusi tersebut hanya berdampak sementara dan dalam jangka panjang, kemacetan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.
Dalam debat publik perdana jelang Pilkada Jakarta kemarin, beberapa calon gubernur (KGB) menawarkan solusi berbeda yang sudah sering kita dengar; Perluasan infrastruktur jalan, MRT, LRT dll. Beberapa dekade yang lalu, kita sering mendengar hal ini, namun yang diinginkan masyarakat adalah inovasi baru dengan pendekatan baru, sehingga masyarakat percaya bahwa setidaknya akan ada rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang akan dilaksanakan. Gubernur selanjutnya.
Inovasi Transportasi Sungai (River Transport)
Salah satu calon gubernur yang menawarkan inovasi baru adalah Ridwan Kamil yang menawarkan “dua filosofi” kemacetan di Jakarta, selain perluasan infrastruktur dan penambahan armada angkutan, menariknya yang disebutkan adalah adanya jalur sungai yang menggunakan 13 jalur sungai. . Tepian sungai di Jakarta. Ini akan menjadi inisiatif terbesar Ridwan Kamil untuk mengembangkan sistem transportasi sungai di Jakarta. Kota ini memiliki sistem sungai besar seperti Silivung dan Pesanggrahan yang tidak dimanfaatkan secara optimal untuk transportasi. Ridwan Kamil ingin mengubah keadaan tersebut dengan menciptakan moda transportasi berbasis sungai yang dapat membantu mengurangi beban lalu lintas darat.
Jika kita melihat ke negara lain, contoh keberhasilan penggunaan transportasi sungai dapat ditemukan pada Chao Phraya River Express di Bangkok, Thailand. Sistem transit ini mengangkut sekitar 50.000 penumpang setiap hari, membantu mengurangi kemacetan di jalan raya terkenal di Bangkok. Integrasi transportasi sungai dengan moda transportasi darat seperti BTS Skytrain dan MRT membantu terciptanya jaringan transportasi yang efisien di Bangkok.
Selain itu, Venesia di Italia adalah contoh lain yang patut disebutkan. Kota ini terkenal menggunakan kanal sebagai sarana transportasi utamanya. Transportasi air vaporetto di Venesia tidak hanya melayani penduduk lokal tetapi juga wisatawan, menunjukkan bahwa transportasi sungai dapat berhasil jika didukung oleh infrastruktur yang baik dan dukungan gaya hidup masyarakat.
Bagi Jakarta, transportasi sungai menawarkan banyak keuntungan. Tidak hanya mengurangi beban di jalan, tetapi juga merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan, terutama untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Namun tantangan yang dihadapi Jakarta antara lain buruknya kualitas air sungai dan permasalahan sampah yang menghalangi navigasi sungai. Untuk itu, sangat penting untuk mengembangkan infrastruktur seperti dermaga, perbaikan saluran air, serta integrasi dengan moda transportasi lain seperti MRT dan LRT.
Dengan melintasi sungai besar di Jakarta, Anda dapat memanfaatkan potensi besar angkutan sungai untuk mengurangi beban transportasi di darat. Namun keberhasilan inisiatif ini akan bergantung pada dukungan infrastruktur yang memadai serta perubahan pola pikir masyarakat agar lebih terbuka dalam menggunakan moda transportasi baru ini.
Pengembangan kawasan pusat bisnis (CBD) baru.
Selain inovasi transportasi sungai, Ridwan Kamil juga fokus menciptakan beberapa Central Business District (CBD) baru di berbagai wilayah Jakarta. Saat ini sebagian besar pusat bisnis dan perekonomian terkonsentrasi di kawasan Sudirman, Thamrin dan Kuningan sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah di kawasan tersebut. Dengan membangun CBD di wilayah lain, seperti Jakarta Timur atau Selatan, Ridwan berharap penyebaran migrasi lebih merata dan mengurangi tekanan lalu lintas di pusat kota.
Shanghai, Tiongkok adalah contoh sukses dari konsep ini. Kota ini telah mengembangkan beberapa CBD baru di berbagai bagian kota seperti Lujiazui, Hongqiao dan Zhangjiang. Setiap CBD memiliki spesialisasi yang berbeda, seperti keuangan di Lujiazui dan teknologi di Zhangjiang. Strategi ini tidak hanya menyebarkan beban ekonomi dan migrasi, namun juga menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar wilayah pusat kota.
Hal serupa juga diterapkan di Seoul, Korea Selatan, yang sedang mengembangkan kawasan bisnis seperti Gangnam dan Yeouido sebagai alternatif dari pusat kota tradisional. Kedua wilayah tersebut terhubung dengan baik melalui sistem transportasi umum, termasuk metro, yang memungkinkan orang berpindah antar tempat kerja tanpa memasuki pusat kota yang padat. Model kota polisentris ini memungkinkan Seoul mengurangi kemacetan lalu lintas di pusat kota dan mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah.
Ridwan Kamil berencana membangun CBD baru yang terintegrasi dengan jaringan angkutan massal Jakarta. Dengan mengembangkan kawasan bisnis di wilayah seperti Jakarta Timur dan Selatan, ia berharap dapat mengurangi jarak perjalanan antara tempat tinggal dan tempat kerja yang pada akhirnya akan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pembangunan CBD baru akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja di luar pusat kota, serta menarik investasi dan meningkatkan pembangunan ekonomi lokal.
Tantangan dan peluang untuk sukses
Meski kedua inovasi ini menjanjikan, tantangan penerapan Ridwan Kamil cukup kompleks. Perkembangan transportasi sungai memerlukan peningkatan kualitas sungai yang masih dipenuhi sampah dan lumpur. Di sisi lain, membangun CBD baru memerlukan banyak investasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta dan pemerintah.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Ridwan Kamil meyakini hubungan baik dengan pemerintah pusat akan menjadi kunci keberhasilan inovasi tersebut. Inovasi Ridwan Kamil dalam mengembangkan transportasi sungai dan menciptakan CBD baru mencerminkan visinya untuk menciptakan Jakarta yang terhubung dan lebih efisien. Meskipun tantangannya besar, contoh keberhasilan dari negara lain seperti Bangkok, Shanghai dan Seoul memberikan bukti bahwa strategi ini dapat berhasil jika didukung oleh infrastruktur yang memadai dan perubahan perilaku sosial. Dengan pendekatan yang tepat, Jakarta dapat menjadi kota yang lebih modern, ramah lingkungan, dan nyaman bagi warganya di tahun-tahun mendatang.
Oke Arlivan
Universitas Oxford, kata sekolah bisnis
Dosen di Universitas BPP di London.