JAKARTA – Satuan Khusus (Ketat) 88/Polisi Anti Teroris melaporkan adanya penyerahan senjata, material, dan senjata milik Jemaah Islamiyah (JI) Askari atau tentara. Penyerahan tersebut menyusul serangkaian kegiatan pembubaran JI dan deklarasi eks anggota JI untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Peralatan militer JI diserahkan; 6 pucuk senjata api (pistol), 2 pucuk senapan mesin ringan, 1 buah granat, 40 kg bahan peledak, 942 butir peluru, 11 pucuk senjata tajam, 8 pucuk senapan angin, dan 12 buah detonator.
“Mereka (JI) dengan jujur menyerahkan albus atau senjata dan perlengkapan yang dibawanya, termasuk senjata dan barang lainnya,” kata Kapolri Cadence 88 Anti Teror Iptu Paul. Sentot Presetio pada Sabtu (21/12/2024) sore di Solo dalam acara “Sosialisasi dan Sosialisasi Penyebaran JI dan Ikrar Kesetiaan Mantan Anggota JI Indonesia”.
IGP Sentot menyatakan JI berkomitmen penuh untuk kembali ke NKRI. “Mungkin masih ada pihak yang meragukan keputusan JI untuk benar-benar kembali ke NKRI. Hal ini wajar mengingat sejarah masa lalu mereka penuh dengan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan,” imbuhnya.
Irjen Sentot menjelaskan, JI pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 1993 oleh puluhan aktivis. Diantaranya adalah Abdullah Sunkar, Abu Bakar Basir dan Torikuddin alias Abu Rusidan. Abdullah Sunkar kini sudah meninggal, Basir bebas, dan Abu Rusidan masih dalam tahanan pidana atas kasus teror keduanya, divonis 6 tahun penjara dan baru menjalani separuh masa hukumannya.
Di awal. JI didirikan dengan semangat mendirikan negara Islam di Asia Tenggara. JI kemudian mendapat perhatian setelah dinyatakan bertanggung jawab atas bom Bali tahun 2022 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
“Ini adalah awal dari serangkaian aksi teroris di tahun-tahun mendatang, setelah itu JI dikenal sebagai organisasi jaringan teroris global yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda (organisasi teroris yang dipimpin oleh Osama bin Laden),” imbuhnya.
Namun dengan pendekatannya yang humanis dan persuasif, Densus menggandeng otoritas lain dan perlahan-lahan menghancurkan ideologi lama mereka. Pada tahun 2019, salah satunya memicu perbincangan dengan pemimpin terakhir JI, Amir Para Vijayanto. Para merupakan amir JI yang paling lama menjabat, yakni menjabat selama 11 tahun sejak 2008 hingga 2019.
Cadence mengatakan pembicaraan berlangsung damai dan transparan dan dilanjutkan dengan anggota JI lainnya yang akhirnya mengumumkan pembubarannya dan kembali ke NKRI di Bogor pada 30 Juni 2024. Peristiwa tersebut terjadi di seluruh Indonesia.
Sementara itu, sekitar 1.400 eks anggota JI offline dan 7.000 online dari 36 lembaga pemasyarakatan (lapas) dan 2 rumah tahanan negara (Rutan) se-Indonesia menghadiri acara yang digelar di Convention Hall Terminal Tortonadi Solo. 34 Kelompok Kerja Daerah (Satgaswil) Indonesia Densus 88/AT Polri.
IGP Sentot menambahkan, kegiatan di Solo ini merupakan puncak dari 44 kegiatan sosialisasi dan sosialisasi yang dilaksanakan di 21 wilayah Indonesia. Penampilan Solo merupakan penampilan ke-45 dan puncak festival.
Sosialisasi yang paling akhir dari awal hingga saat ini adalah komitmen mereka (eks JI) untuk meninggalkan ideologi lamanya, lanjut Sentot yang sebelumnya menjabat Wakil Kepala Cabang Khusus Polri 88/AT.
Kapolri Jenderal Paul Listo Sigit Prabowo, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Hukum Suprathman Andi Agtas, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komien Paul Eddy Hartono dan lainnya turut ambil bagian dalam acara tersebut. , Direktur Direktorat Penanggulangan Terorisme Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Perwakilan dari pemerintah daerah juga hadir; Dibintangi oleh Gubernur Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi (Purn) Nana Sujiana, Irjen Pol Jawa Tengah. Ribut Hari Wibowo, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Deddi Suryadi, Kepala BIN Daerah Jawa Tengah Brigjen Pol. Harseno.
Mantan senior senior juga ikut serta di dalamnya. Arif Siswanto, mantan Ketua JI Lajnah Group (Dewan Suro) dan mantan Ketua JI Mantiqi 2, Abdullah Anshori alias Abu Fatih. Banyak dari mantan anggota JI yang terlibat pernah berafiliasi dengan JI dan merupakan pengurus pesantren yang terlibat dalam konflik Ambon dan Moro Filipina. (Eka Setiawan)