JAKARTA – Upaya Kementerian Pertanian (Kementon) dalam memprediksi dampak El Niño yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan menunjukkan hasil yang patut dievaluasi. Selama 10 bulan masa jabatannya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman fokus mengupayakan program peningkatan produksi yang ketat. Langkah ini menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap kemampuan Indonesia mempertahankan produksi beras di tengah tantangan iklim yang ekstrem.
Menurut Kepala Biro Humas dan Informasi Kementerian Pertanian, Moch. Arief Cahyono, sejak dilantik pada Oktober 2023, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beserta jajaran telah melakukan langkah mitigasi menghadapi dampak El Nino dengan mengoptimalkan sumber daya air melalui pemompaan.
“Sejak November 2023, Menteri Pertanian sudah menyampaikan adanya potensi pergeseran musim tanam dan defisit produksi pada awal tahun 2024. Langkah yang segera dilakukan adalah melakukan realokasi anggaran eksternal dan internal Kementerian Pertanian Eselon I untuk Tahun Anggaran 2023 mencapai Rp 1 triliun “Anggarannya digunakan untuk penyediaan benih, alat dan mesin pertanian (Alcintan), pupuk dan pestisida,” kata Arief dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Dalam jumpa pers di hari yang sama, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional pada tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 760 ribu ton atau 2,43 persen dibandingkan tahun 2023. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan panen raya Luas lahan semakin berkurang akibat dampak fenomena El Nino yang menyebabkan musim tanam tertunda.
Arief memastikan, tertundanya masa tanam yang terjadi pada akhir tahun 2023 menyebabkan masa panen raya yang seharusnya terjadi pada Maret-April 2024. Akibatnya, terjadi defisit produksi pada awal tahun 2024. ditutupi oleh pengadaan 3,5 juta ton beras dari luar negeri oleh Bulog. Namun, dengan intervensi pemompaan dan ketersediaan pupuk yang mencukupi, setelah panen raya pada bulan April-Mei 2024, proyeksi produksi bulanan Agustus-Desember 2024 akan melebihi produksi bulan yang sama pada tahun 2023.
Peningkatan produksi di tengah kekeringan menunjukkan program Augmentasi Luas Tanam (PAT) yang digalakkan Kementerian Pertanian pada awal tahun 2024 membuahkan hasil. PAT dilakukan melalui optimalisasi tanah dan pemompaan untuk meningkatkan indeks tanam sawah yang sebelumnya hanya ditanami setahun sekali menjadi 2-3 kali dengan memaksimalkan sisa air yang tersedia. “Pemerintah tetap optimis produksi beras akan terus membaik,” jelasnya.
Arief menambahkan, peningkatan produksi juga didukung oleh kebijakan penyediaan dan distribusi pupuk bersubsidi. Sejak awal tahun 2024, pemerintah meningkatkan kuota pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, dengan prosedur penebusan yang lebih mudah. Petani yang terdaftar menerima pupuk bersubsidi dapat membeli pupuk tersebut dengan menunjukkan KTP aslinya.
“Dampaknya cukup besar. Produksi padi periode Agustus-Oktober 2024 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 5 tahun sebelumnya secara berturut-turut,” tegas Arief.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kerangka Sampel Area (KSA) menunjukkan produksi padi periode Agustus-Oktober 2022 mencapai 12,55 juta ton, juga pada 2023 mencapai 12,55 juta ton. Sedangkan pada tahun 2024, produksi beras meningkat menjadi 14,73 juta ton.
Jika diakumulasikan, produksi padi pada semester II/2024 mampu menghasilkan 23,36 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2022 sebesar 22,44 juta ton dan tahun 2023 sebesar 21,63 juta ton.
Arief menegaskan, pemerintah terus berupaya mengoptimalkan lahan yang ada dan indeks tanam, sekaligus menyiapkan sawah baru mulai tahun 2025 sehingga menghasilkan padi seluas 3 juta hektare.
Pemerintah optimistis dalam 3 tahun ke depan Indonesia akan kembali berswasembada beras dan dalam beberapa tahun ke depan akan mengekspor dan menjadi keranjang pangan dunia, demikian bunyi pernyataan tertutup itu.