JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menunda waktu untuk menerapkan nilai tambahan atau PPN dari 11% hingga 12%, menerima tanggapan dari faksi partai Demokrat di parlemen Indonesia. Menurutnya, penundaan itu merupakan langkah cerdas oleh pemerintah.
Ini disampaikan oleh Sekretaris Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Marwan Cik Asan sebagai tanggapan atas pernyataan Presiden Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaita, yang menyajikan rencana PPN 12%, yang ditentukan oleh undang -undang tentang tersebut 1 Januari 2025.
Baca Juga: PPN lakukan 12% pada tahun 2025, Kadin Spat: Pertimbangkan Pengaruh Ekonomi dan Sosial
“Menunda pertumbuhan PPN (IS) dari pemilihan pemerintah yang bijak,” kata Marwan dalam pernyataannya pada hari Kamis (28.12.2024).
Dia mengatakan pemerintah Prabowo Subier menghadapi situasi dilema, serta beberapa pemilihan yang sangat sulit dan berisiko pada tahun 2025. Faktanya, 2025 adalah awal bagi pemerintah Prabowo untuk membuat lompatan ekonomi untuk mencapai 8%dari tujuan pertumbuhan ekonomi.
Dari jumlah yang sulit, kata Marwan, pertumbuhan tingkat PPN 12% dapat memberikan pendapatan tambahan karena PPN adalah salah satu sumber pajak terbesar di APBN. Tetapi Marwan ingat bahwa perhitungan pertumbuhan PPN, pendapatan tidak memperhitungkan fleksibilitas konsumsi.
Menurutnya, pertumbuhan tingkat PPN selanjutnya akan mengurangi daya beli orang untuk mempengaruhi dunia bisnis, terutama sektor MSM akan terjadi tekanan dari pertumbuhan biaya operasional karena pertumbuhan harga bahan baku dan berkurangnya konsumen. .
“Ini dapat mencegah pemulihan ekonomi dan mengurangi tingkat investasi. Kerugian lain adalah risiko kontraksi konsumsi domestik, yang secara signifikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lebih dari 50 persen,” katanya.
Atas dasar ini, ia merasa bahwa pemerintah memiliki opsi kebijakan yang berbeda untuk meningkatkan pendapatan pajak tanpa harus menaikkan tarif, termasuk peninjauan berbagai objek pajak yang diberikan.
Kemudian pemerintah juga dapat mengurangi sumbangan objek PPN, yang masih mendominasi pajak motivasi dan memodernisasi sistem teknologi TI, yang saat ini telah mengimplementasikan pemerintah dengan mengubah sistem informasi data menjadi sistem CORETAX, yang memfasilitasi tinjauan umum karyawan pajak.
Seorang anggota Badan Anggaran Parlemen Indonesia (Bangar) sekali lagi menekankan bahwa pertumbuhan tingkat PPN pada awal tahun 2025 adalah keputusan yang membutuhkan perhitungan yang hati -hati dan hati -hati. Dia juga mengatakan bahwa pendapatan negara lebih lanjut memberikan ruang fiskal yang lebih besar untuk pembangunan, tetapi memiliki risiko mengurangi konsumsi dan daya beli akan menjadi tantangan serius bagi ekonomi.
“Oleh karena itu, implementasi kebijakan ini membutuhkan strategi bantuan yang tepat bagi semua kelompok orang untuk sama -sama berpengalaman,” pungkasnya.