KUPANG – Masyarakat, khususnya warga Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), diharapkan kritis dalam membaca hasil jajak pendapat terkait Pilgub NTT 2024.
Hal ini karena hasil survei sering kali sengaja dibelokkan untuk dijadikan alat kampanye politik dengan menggunakan lembaga survei yang tidak netral atau responden bersyarat.
Hal tersebut diungkapkan Ujang Komarudin, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia.
“Pemilih harus tetap kritis dan tidak mudah terpengaruh dengan hasil pemilu. Meski jajak pendapat merupakan alat penting untuk mengukur dukungan masyarakat, namun harus dilakukan dengan metode yang transparan dan akuntabel,” kata Ujang Komarudin, Kamis (10 Oktober 2024).
Ujang Komarudin mengatakan, hasil pemilu terkadang dianggap sebagai bagian dari framing atau pemasaran politik untuk mendongkrak elektabilitas kandidat di pilkada.
“Masyarakat NTT harus fokus pada rekam jejak, integritas, visi dan misi calon, dibandingkan mengandalkan data survei yang mungkin dipengaruhi kepentingan politik tertentu,” ujarnya.
Diketahui, lembaga investigasi “Indikator Politik Indonesia” baru-baru ini mengumumkan hasil survei elektabilitas calon gubernur NTT dan calon gubernur peserta Pilkada 2024.
Hasil survei menunjukkan tingkat dukungan terhadap Ansy Lema dan Jane Natalia Suryanto mencapai 36,6%. Sementara Emmanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma menyusul dengan perolehan 27,4% suara. Pemenangnya adalah Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu yang memperoleh 23,9% suara.
“Bagaimanapun, hasil pemilu adalah acuan kerja pemilu, bukan penentu kemenangan. Masyarakat NTT tentunya harus membaca dan memahami secara kritis hasil pemilu tersebut, karena bisa saja terjadi bias sebagai alat kampanye politik,” ujarnya. .
Selain itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa data yang diperoleh dari hasil survei hanyalah data lapangan.
Kemudian, penyidik harus menjalankan tugasnya secara netral dan independen, tanpa ada titipan. Yang terpenting, objek penyidikannya harus nyata dan tidak bersyarat.
“Misalnya dengan data dan responden yang sama, tiba-tiba satu TPS mengeluarkan calon terbaik A, sementara banyak TPS lainnya melepas calon pemenang B. Apakah hasilnya patut dipertanyakan dan bermasalah?”