Airlangga tak terima dengan meninggalnya mertuanya saat perayaan pernikahan. Saat itu mertua Dharmawangsa Tegu masih berkuasa di kerajaan Mataram. Namun semuanya berubah dengan diserangnya Ulauli yang berasal dari Rwalam dan kini di Vulora, Jawa Tengah.
Mataram langsung runtuh. Istananya hancur akibat serangan sekutu kerajaan Sriwijaya. Airlangga yang saat itu berencana menikah, melarikan diri dari kejaran pasukan musuh. Airlangga berhasil lolos dari serangan Ruwaram.
Lalu ia menjalani hidupnya sebagai buronan dari hutan ke hutan. Yang mendampinginya adalah Mpu Narotama yang sempat hidup sebagai buronan pasca jatuhnya kerajaan Mataram hingga mendapat permintaan dari masyarakat Medan untuk mendirikan kerajaan baru dan akhirnya mendirikan kerajaan baru di Wawatan Mas.
Perjuangan Airlangga untuk meraih gelar Sri Maharaja Rakai Haru Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawickramottongadewa sebagai raja Kahulipan tidaklah mudah. Saat itu wilayah kekuasaannya hanya sebatas wilayah kecil Sidoarjo dan Pasuruan.
Pasalnya, seperti dikutip dari buku “13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan Tanah Jawa” yang ditulis Sri Wintara Ahmad, Minggu (6 Oktober 2024), karena sepeninggal Dharmawangsa Teghu, terdampak banyak wilayah Medan. Ini menjadi negara yang merdeka.
Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1025 M, Airlangga berupaya memperluas wilayah kekuasaannya. Hal ini didukung dengan perluasan kekuasaan Rajendra Koladewaraja Koramandala untuk menaklukkan kerajaan Sriwijaya di India. Alhasil, dari segi kekuatan, hal itu menjadi keuntungan bagi Airlangga yang kesulitan bermain melawan Sriwijaya.
Upaya ekspansi regional kami juga membuahkan hasil yang mengesankan. Melalui upaya pemekaran tersebut, Airlangga berharap dapat mengembalikan kekuasaan Dinasti Isana di Pulau Jawa. Airlangga berhasil menaklukkan tiga raja pada tahun 1030 M: Wisnuprabawa (Raja Uratan), Raja Hasin, dan Panuda (Raja Luwat).
Sayangnya, dua tahun kemudian, Wahuatan Mas mendapat serangan besar dari putri raja yang memerintah Tulungagung pada tahun 1032 M. Putri Panuda membalas serangan Airlangga terhadap ayahnya. Serangan ini menghancurkan Wahuatan Mas, ibu kota Kerajaan Kahulipan.
Airlangga dan Mapanzi Tumangala meninggalkan Wahuatan Mas dan mengungsi ke Desa Patakan. Di desa Patakan, Airlangga mengumpulkan pasukan dalam jumlah besar. Setelah merasa pasukannya semakin kuat, Airlangga melancarkan serangan balik terhadap putri Panuda.
Serangan ini membuahkan hasil yang gemilang, dan putri Panuda kehilangan nyawanya di medan perang. Sepeninggal putri Panuda, Airlangga teringat akan istana lama di Wahuatan Mas yang hancur akibat serangan putri Panuda, dan kembali ke Kahulipan untuk membangun istana baru.
Setelah membangun istana baru, kerajaan Kahulipan dibangun kembali. Airlangga, saat memerintah kerajaan Mataram kuno di bawah Haji Ulawari, mendapat bantuan dari Mpu Narotama untuk membalas kematian mertuanya dan pamannya Dharmawangsa Tegu.
Misi tersebut berhasil dan Haji Ulawari dibunuh oleh Airlangga, menyelesaikan balas dendamnya atas kematian yang menimpa mertuanya, Dharmawangsa Tegu. Setelah melakukan penyerangan terhadap Rwalam, Vulora dan Airlangga, ia juga berhasil menumpas pemberontakan Wijayamaluma pimpinan Wenkel pada tahun 1035 M.
Sejak saat itu, Airlangga berhasil memperluas wilayah Kahulipan dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Selain itu, wilayah kekuasaan Airlangga juga meluas hingga pesisir utara Pulau Jawa, yakni Surabaya dan Tuban. Kedepannya Tuban akan menjadi pusat komersial yang dapat menunjang kehidupan perekonomian Kahulipan.