Sebagai kerajaan besar di nusantara, MAJAPAHIT tidak lepas dari konflik internal keluarga yang mengguncangnya. Salah satu tokoh kontroversial dalam sejarah Majapahit adalah putra Raden Wijaya, Raja Jayanegara.
Meski merupakan raja Majapahit kedua setelah ayahnya, namun pemerintahannya diwarnai banyak masalah, termasuk pemberontakan dan kebencian terhadap rakyatnya sendiri.
Dalam kitab Negarakertagama, nama raja ini adalah Jayanegara. Namun dalam Kitab Pararaton ia dikenal dengan nama Kalagamet yang berarti “lemah” atau “buruk”.
Nama tersebut diyakini merujuk pada tingkah lakunya yang kerap membuat hati masyarakat Majapahit kesal. Jayanegara adalah putra Raden Vijaya yang menikah dengan wanita Melayu bernama Dara Petak.
Sayangnya kepemimpinannya tidak sejelas ayahnya Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.
Pada masa pemerintahannya (1309-1328), Majapahit banyak mengalami gangguan dan pemberontakan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kebencian sebagian pejabat dan masyarakat Majapahit terhadap raja Malaya. Hal ini semakin mencoreng reputasi Jayanegar di mata rakyatnya.
Di balik kelemahan dan kebiasaan buruknya adalah pengawal setia Jayanegar bernama Gaja Mada.
Sosok Gaja Mada inilah yang kemudian menjadi mahapatih legendaris yang membawa Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Khayam Vuruk. Namun Jayanegara tetap tak luput dari berbagai pemberontakan.
Pemerintahannya ditandai dengan serangkaian pemberontakan besar. Pemberontakan pertama dipimpin oleh Ranggalawe pada tahun 1309, disusul oleh Lembu Sora pada tahun 1311.
Kedua tokoh ini dulunya merupakan pengikut setia Raden Vijaya namun berbalik melawan Jayanegar karena kecewa dengan kepemimpinan Jayanegar.
Pemberontakan terbesar datang dari Kuti pada tahun 1319, yang bahkan merebut istana dan memaksa Jayanegar mengungsi ke desa Badamder. Namun berkat kecerdikan dan keberanian pasukan Gaja Mada dan Bhayangkar, Kuti akhirnya berhasil dikalahkan.
Bunuh Jayanegara
Namun kisah tragis Jayanegar tidak berakhir dengan pemberontakan. Dia akhirnya mendapati istrinya ditikam sampai mati oleh Tanko, salah satu pelayan raja yang telah dirayu raja.
Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa saat itu Jayanegara sedang menderita maag dan memanggil Tanko untuk mengobatinya. Saat merawat Tanka, dia menikam Jayanegar hingga tewas.
Misteri kematian Jayanegar masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Beberapa versi menyebutkan bahwa Gaja Mada sebenarnya adalah dalang pembunuhan tersebut dan menggunakan Tanka sebagai sarana untuk menyingkirkan raja cacat tersebut.
Hal ini didukung oleh berbagai penafsiran sejarah, antara lain dari Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagara Kretagama dan perkataan Gaja Mada Muhammad Yamin, pahlawan Kesatuan Nusantara.
Candi Bajang Ratu
Setelah kematian Jayanegar pada tahun 1328, ia dimakamkan di Candi Srenggapura di Kapopongan. Namun hingga saat ini Candi Bajang Ratu di Mojokerto, Troulan, Desa Temon sering dianggap sebagai tempat penghormatan Raja Jayanegara.
Dalam mitos setempat, Jayanegara adalah “raja yang gagal” dan pejabat yang mengunjungi Candi Bajang Ratu harus berbelok ke kiri atau ke kanan jika tidak ingin kehilangan jabatannya.
Kisah tragis dan kontroversial Jayanegara yang berujung pada kelakuan buruk dan kematian misteriusnya telah meninggalkan jejak kelam dalam sejarah panjang kerajaan Majapahit.
Di masa kejayaan Majapahit, kisah seorang raja yang dibenci rakyatnya menjadi pengingat bahwa pemerintahan yang tidak bijaksana seringkali berakhir dengan kehancuran.