JACARTA – Masyarakat LPDP menerima dana hibah dari berbagai kategori. Salah satunya adalah Letjen. Kol. Tech YH Yogaswara yang merupakan prajurit TNI pertama yang menerima beasiswa LPDP.
Pria kelahiran Cicalengka, Jawa Barat ini mendapatkan gelar Ph.D bidang Aerospace Engineering dari Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST). Selama sepuluh tahun sejak Lt. Kol. Yoga pergi ke Korea Selatan.
Baca juga: Kisah Uti, Beasiswa LPDP Kelas Satu dan Ilustrator Doktor Pertama di Indonesia
Publikasi lengkap dari universitas yang dikenal sebagai pemimpin di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, berdaya saing, serta pionir di bidang pendidikan dan penelitian ilmiah.
Letnan Kol. Yoga merupakan ilmuwan luar angkasa dan penerbangan pada Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara (Dislitbang AU).
Setelah melakukan seleksi, Letjen. Kol. Yoga merupakan salah satu dari empat prajurit TNI AU terpilih. Prajurit TNI merupakan penerima pertama beasiswa LPDP Letjen TNI. Kol. Yoga menggabungkan PK-006.
Baca juga: Fahmi Sirma Pelu, Pemuda Asal Ambon yang Menyelesaikan 53 Sekolah Terbaik Dunia
“Menurut saya, seorang prajurit harus belajar dan bersekolah di SMA, dia harus punya kecerdasan, karena prajurit itu dalam posisi mengambil keputusan masternya delapan dan itu harus menjadi pengetahuan dasar yang banyak,” ujarnya saat menjawab alasannya. para prajurit harus melakukannya. . hingga SMA, demikian dari situs LPDP, Jumat (11/1/2024).
Ia dilahirkan dalam Keluarga Guru
Letnan Kol. Yoga awalnya tidak bercita-cita menjadi tentara. Terlahir dari keluarga guru, lulusan Program Pendidikan Fisika Universitas Padjadjaran ini pun bercita-cita menjadi guru. Ia mengatakan: “Cita-cita karir saya yang pertama adalah menjadi pelatih. Ketika mengikuti seleksi instruktur di Unpad, muncul peluang lain bagi mahasiswa fisika, yaitu Latihan Militer TNI.
Ketika dihadapkan pada pilihan, Letjen. Kol. Yoga sedang dalam masalah. Atas restu dan nasehat ibunya, ia memutuskan untuk memilih jalan menjadi seorang polisi, “Tidak seorang pun di keluarga kami yang pernah bergabung dengan tentara. “Maka saya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan tugas saya di TNI dan keluar dari seleksi guru di Unpad,” kenangnya.
Dengan latar belakang keilmuan yang kuat, Lt. Kol. Yoga tergolong ilmu. Selama 20 tahun menjadi prajurit TNI AU, ia mengabdikan ilmunya pada ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan bom, roket, roket, dan pesawat terbang.
Baca juga: Kisah Ardi, Korban Tsunami Palu yang Lulus Magister Cum Laude UGM dengan Beasiswa LPDP
Guna menunjang kiprah dan pengabdiannya, beliau melanjutkan studi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mata kuliah TNI AU bidang Aeronautika dan Astronautika dan lulus pada tahun 2013.
Setelah lulus dari KAIST pada tahun 2018, Lt. Kol. Yoga yang saat itu menjabat Kepala Staf mengawali karir akademisnya sebagai dosen informal di Universitas Pertahanan Indonesia. “Sampai saat ini saya mengajar di IPTEK Departemen Pertahanan. Nampaknya jiwa seorang guru masih kuat dalam diri saya,” ujarnya sambil tersenyum.
Dalam penerbangan ke Korea untuk menyelesaikan gelar doktor
Saat kuliah di ITB, Lt. Kol. Yoga telah bermitra dengan perusahaan patungan untuk membangun jet tempur Korea-Indonesia, KFX-IFX. Kesempatan ini membawanya bertemu dengan seorang profesor KAIST yang ahli dalam pengembangan senjata dan memiliki peran penting dalam pengembangan alutsista di Korea.
Pertemuan ini berujung pada Letjen. Kol. Minat belajar Yoga semakin meningkat, hingga ia memutuskan untuk mengambil studi doktoral di bidang Teknik Dirgantara dengan spesialisasi Dinamika Penerbangan, Bimbingan dan Pengendalian. “Saya sudah mencoba mendaftar menjadi dokter di AS dan Eropa, namun syaratnya sulit dipenuhi, seperti menjadi warga negara yang bekerja sama dengan AS atau NATO,” jelasnya.
Pada tahun 2013, informasi mengenai beasiswa tidak sama dengan saat ini, bahkan di lingkungan TNI AU. “Jujur saya saat itu belum tahu tentang LPDP,” ujarnya sambil tertawa. Namun, Letjen. Kol. Keinginan Yoga untuk belajar sepertinya akan terjawab di masa depan ketika beasiswa LPDP baru saja dibuka dan informasinya sudah sampai ke TNI AU.
Setelah selesai melakukan seleksi, Letjen. Kol. Yoga terpilih menjadi salah satu dari empat anggota TNI AU yang menerima gelombang pelatihan LPDP PK-006 yang merupakan salah satu hasil pertama dari proyek ini.
Perang baru saja dimulai. Ph.D. sering disebut dengan “maraton” yang membutuhkan kesabaran, ketekunan dan strategi yang matang. “Di Korea, budaya kerjanya sangat cepat atau serba cepat, semuanya harus dilakukan dalam waktu singkat. Dengan KAIST, salah satu universitas terbaru, saya merasa senang berada di neraka teknik,” dia mengingat perjuangan akademisnya.
Pada saat penelitian dilakukan, KAIST mempromosikan kesehatan mental sebagai ancaman bunuh diri. Semua siswa harus sehat jasmani dan rohani.
“Di tahun ketiga, hasil tes menunjukkan saya mengalami gejala depresi. Katanya, Alhamdulillah saya bisa mengatasinya karena dukungan dukungan keluarga yang kuat,” ujarnya.
Untungnya, keluarga inti, pilar hidupnya, ikut bersamanya ke Korea. Istrinya, yang juga menghadapi masalah serupa saat menempuh pendidikan tinggi di Chungnam National University, mendapat banyak dukungan.
Meskipun banyak kesulitan yang mereka hadapi, mereka mampu mengatasi tantangan hidup sebagai mahasiswa kedokteran. Dia menyampaikan pemikiran ini dengan senyuman bangga dan lega atas pencapaian bersejarahnya.
Kembali ke Angkatan Darat Amerika Serikat dan Imu untuk mendongkrak bakat Indonesia
Dengan ilmu yang dibawanya dari KAIST, ia memperbaiki dan menciptakan sistem penelitian dan pengembangan perangkat keamanan yang selama ini dibuat sesuai dengan undang-undang bahkan terkesan tidak biasa.
Penelitian alutsista di negara berkembang dimulai dengan manajemen yang baik, berkat penggunaan metode teknik yang diajarkan di TNI AU, sehingga penelitian dan pengembangan alutsista tidak menjadi suatu disiplin ilmu dan mengurangi risiko kegagalan.
Untuk menyelidikinya, baru-baru ini Letjen. Kol. Yoga dan timnya telah mengembangkan berbagai jenis bom, roket, dan drone.
Namun keberhasilan ini masih menyisakan ruang untuk perbaikan di bidang pelatihan dan regulasi senjata yang memerlukan peran penting dari pemerintah, universitas, dan dunia usaha.