Minahasa – Pada tahun 1808 tentara Belanda kewalahan ketika masyarakat Minahasa melakukan perlawanan dan mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan. Setelah memberikan tekanan, Belanda meyakinkan para pemimpin Minahasa untuk berunding.
Saat itu, Belanda mengirimkan utusan ke Minawanua, benteng pertahanan Minahasa.
Namun para pemimpin Minahasa harus mengadakan pertemuan dan diskusi. Namun pihak Minahasa dengan tegas menolak pertemuan tersebut. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat pejabat Predigger pemerintah daerah Belanda dan tidak putus asa.
Prediger tidak menghentikan usahanya dan sekali lagi mengirimkan utusannya dengan niat yang sama. Setelah penolakan kedua, Minahasa menyetujui permintaan Prediger dengan beberapa syarat.
Dikutip dalam “Sejarah Nasional Indonesia IV: Bangkitnya Kolonialisme di Indonesia”, syarat utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yakni pertemuan harus diadakan di Kakas atau Ramboken, pembukaan kembali Bendungan Sungai Tambaran, dan penarikan pasukan Belanda. Dari Koya.
Minahasa diwakili oleh Tevu dalam pertemuan itu. Dalam pertemuan tersebut, Tevu menjelaskan konsekuensi dari keputusan Minwanua untuk berunding.
Namun, Prediger tidak menanggapi. Selanjutnya, Prediger mengumumkan niatnya untuk mengadakan pertemuan. Ia menegaskan, tidak mengakui adanya hubungan persahabatan antara Minahasa dan Belanda.
Sikap tersebut sesuai dengan garis kebijakan Dandel, yaitu Minahasa adalah wilayah jajahan Belanda. Ia meminta Tewu dan para pemimpin Minahasa lainnya segera menyerahkan senjata berupa meriam yang digunakan untuk menyerang pertahanan Belanda.
Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka akan ditangkap dan ditahan di Fort Amsterdam.
Tewu dan kelompoknya segera menyadari bahwa pertemuan tersebut adalah jebakan Belanda. Ia akhirnya menjalin kembali hubungan dengan para pemimpin Minahasa yang bertugas di Benteng Minawanua dan mengirimkan delegasi untuk perlindungan.
Tak lama kemudian utusan itu membawa kabar bahwa peluru meriam telah ditanam di lumpur. Namun upaya penundaan waktu tidak mengubah keadaan.
Prediger menangkap kelompok Minahasa yang menghadiri pertemuan tersebut, khususnya Tewu dan Sepang. Namun pada akhirnya ia membiarkan Belanda pergi dengan alasan kurang terlibat dalam penyerangan tentara Belanda.