BANGGAI – Kongres Nasional Sama-Bajau 2024 yang berlangsung selama tiga hari (12-14 Desember 2024) di Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) digelar untuk menciptakan masa depan budaya bahari yang tangguh.
Foto/Ist
Kongres ini merupakan peristiwa penting dalam upaya mempersatukan masyarakat Sama-Bajau yang tersebar di 14 provinsi di Indonesia. Hal ini juga membuka ruang kolaborasi lintas batas untuk melindungi budaya laut dan lingkungan pesisir.
Mengusung tema “Masyarakat Sama-Bajau dan Sulawesi: Budaya Maritim dan Makanan Laut”, kongres yang dipimpin Kementerian Kebudayaan dan Kemasyarakatan BRIN ini melibatkan masyarakat Sama-Bajau, akademisi, peneliti, LSM lokal dan asing, serta tokoh-tokoh dari Malaysia. , Filipina, Singapura dan Thailand.
Gubernur Sulawesi Tengah Rusdi Mastura berharap kongres ini dapat menjadi inspirasi dalam upaya menjaga budaya damai dan menyikapi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Kongres Nasional Sama-Bajau 2024 merupakan forum pertama yang mempertemukan komunitas Sama-Bajau dari seluruh Indonesia dan perwakilan Asia Tenggara.
Acara tersebut diselenggarakan untuk berdiskusi dan menggagas kerja sama dalam rangka memajukan budaya bahari, menjaga lingkungan pesisir, dan memperkuat identitas suku bahari.
Hasil Kongres Nasional Sama-Bajau Tahun 20241. Deklarasi Luwuk Sebagai Ikatan Untuk:
– Melestarikan budaya dan identitas budaya suku Sama-Bajau.
-Meningkatkan pemanfaatan budaya bahari Bajau untuk meningkatkan konektivitas di kepulauan, meningkatkan ketahanan pangan dan produksi tangkapan dan air, serta meningkatkan pengelolaan pesisir/perikanan.
– Mempromosikan pembentukan pandangan mengenai isu-isu diskriminasi, diskriminasi dan pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada lingkungan pesisir dan konservasi laut.
2. Meningkatkan kerja sama lintas batas
Khususnya negara-negara penganut agama di Asia Tenggara, menekankan budaya Bajau sebagai budaya bersama dan tidak berwujud.
Para peserta sepakat untuk memperkuat kerja sama antara komunitas Sama-Bajau dengan berbagai aktor di tingkat nasional dan regional di Asia Tenggara.
Kemitraan tersebut mencakup penguatan jaringan dialog yang sedang berlangsung, program kerja bersama di bidang pendidikan budaya dan gaya hidup berkelanjutan, serta langkah-langkah untuk mendorong pengakuan budaya Sama-Bajau sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.
Kongres mengadakan diskusi yang membahas:
-Karakteristik dan Permasalahan Suku Sama-Bajau di Era Modern.
– Keberlanjutan biota laut sebagai sumber kehidupan masyarakat pesisir.
– Keterampilan ikan dan kerang dalam konteks budaya maritim Indonesia dan Asia Tenggara.
Dalam rangkaian acara tersebut, para peserta kongres mengunjungi pemukiman suku Sama-Bajau di desa Jayabakti untuk melihat keseharian dan mempererat tali kekeluargaan yang sempat terpisah sebelumnya.
Kongres yang juga dihadiri peneliti asing asal Australia dan Denmark ini menunjukkan bahwa dunia mengapresiasi budaya maritim Indonesia.