JAKARTA – Mantan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Ang Mukogenta, korban mafia tanah mendatangi Komisi III DPR dan kantor DPP Partai Gerindra. Dia meminta bantuan untuk menyelesaikan masalahnya.
Kasus tersebut sudah berlangsung sejak 2017, kata kuasa hukum Profesor Ang Mokoginta, Nathaniel Hotagol. Selama 5 tahun di Polda Sulut dan lebih dari 2 tahun dipindahkan ke Divisi III Subbagian II Dittipidum Bareskrim Polri. “Setelah diserahkan ke Mabes Polri, inilah awal pencarian keadilan klien kami,” kata Neal, Jumat (6/12/2024).
Menurut dia, kliennya sudah menerima 2 perintah Ankara dari PTUN Manado dan Pengadilan Negeri Kotamobagu, namun ia belum bisa menyelesaikan perkaranya. “Klien kami tidak mempunyai hak atas tanah tersebut karena tanah tersebut sudah ada yang memilikinya,” kata pengacara dari LQ Law Firm Indonesia.
Pengacara lainnya, Franziska Ratu Rontrambe, mengatakan Mokoginta, 80 tahun, kini meminta keadilan di Mabes Polri karena harus terus berjalan mundur. “Apakah undang-undang ini berlaku di Indonesia?”
Pengacara lain, Siska, pun mengomentari hal ini. Kliennya mendatangi Komisi III DPR dan kantor DPP Garindra untuk meminta pembukaan proses peradilan. Pihaknya meminta Habibur Rahman selaku Ketua Komisi III DPR dan kuasa hukum DPP Garindra memberikan waktu dan kebijaksanaan terhadap kasus Mokogenta.
Alun Lim, pendiri firma hukum LQ Indonesia, menambahkan, polisi barcream tidak boleh tunduk pada mafia tanah dan mafia resmi. “Bagaimana kita bisa berbicara efektif tentang penegakan hukum jika seorang guru pun menjadi pengemis keadilan, apalagi orang-orang di tingkat lokal akan ditangkap oleh aparat keamanan.”