Lapangan Bubat Majapahit, Medan Perang Dahsyat dan Pesta Rakyat Besar-besaran di Era Raja Hayam Wuruk

Lapangan Bubat Majapahit, Medan Perang Dahsyat dan Pesta Rakyat Besar-besaran di Era Raja Hayam Wuruk

Negeri BUBAT menjadi saksi tragedi hari pernikahan dan lamaran Putri Sunda kepada raja Majapahit Hayam Wuruk menjadi masam. Seluruh rombongan, termasuk pengantin wanita yang diduga Dyah Pitaloka Citraresmi, meninggal dunia akibat meninggal dunia.

Saat itu diketahui pesta pernikahan Sunda telah diserang oleh kekuatan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada.

Apa yang terjadi di Bubat menunjukkan aibnya pemerintahan Majapahit yang dipimpin Hayam Wuruk.

Namun sang raja muda tak kuasa berpikir lama hingga tak kuasa menahan rasa jatuh cintanya pada kecantikan putri raja Sunda itu.

Waktu pernikahan ditentukan oleh utusan Majapahit yang diutus ke Sunda. Segala syarat yang diinginkan Sunda diterima oleh perwakilan Hayam Wuruk.

Maka rombongan Sunda berangkat ke Majapahit, dan mereka bertemu di sebuah kamp bernama Bubat hingga bencana selesai.

Saat Hayam Wuruk ingin menikah dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, Gajah Mada mempengaruhi kepentingan politiknya. Usaha Gajah Mada tidak mendapat restu dari Sri Rajasanagara ketika sekelompok Sunda menyerang, yang mengakibatkan hampir seluruh pihak pesta pernikahan terbunuh.

Karena Gajah Mada diusir dari tempat itu oleh Mahapatih Amangkubhumi. Namun belum ada catatan jelas berapa lama ia dibebaskan setelah Pertempuran Bubat.

Namun tercatat Hayam Wuruk berganti nama menjadi Gajah Mada pada bulan Bhadrapada 1281 atau sekitar Agustus 1359 Masehi. Gajah Mada segera diminta menemani Raja Majapahit berkeliling Lumajang.

Ada teori yang mengatakan bahwa ketika Gajah Mada dicopot dari jabatannya sebagai Mahapatih Amangkubhumi Majapahit, raja muda tersebut mengalami penindasan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Kejadian ini disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama Cantos 17 sampai 60.

Diambil dari “Sejarah Restorasi Kerajaan Persia Kuno Majapahit”, Alun-Alun Bubat konon merupakan ibu kota utara Kerajaan Majapahit.

Tempat ini dijelaskan secara rinci oleh Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakretagama, surat kepada Raja Majapahit. Dalam buku lama ini terlihat peran Bubat yang terkenal dengan dua kerajaan besar semasa bersekolah.

Bubat merupakan sebuah dataran luas, di sebelah utara kota Majapahit, di sebelah timur setengah mil ke jalan utama, dan ke utara setengah mil ke tepi sungai.

Tempat tinggal para penguasa dibangun di sekitar mereka.

Pada awal bulan Caitra (Maret-April) diadakan festival rakyat selama tiga atau empat hari di sekolah Bubat, berupa perkelahian dan berbagai demonstrasi yang ditujukan kepada raja-raja mulia, di antaranya Prabhu. Hayam Wuruk.

Pada hari ketiga bulan Caitra, setelah pertemuan para pembesar di Manguntur, sebagian masyarakat mulai mendengarkan ajaran Rajakapakapa.

Di tengah lapangan ada platform yang ditinggikan. Di sebelah barat situs dibangun Museum Witana tempat bersemayamnya Raja Sri Baginda. Tempat duduk para menteri dan adhyaksa disusun dari utara ke tenggara, sedangkan para pemimpin dan arya disusun dari utara ke barat daya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *