JAKARTA – Kejahatan narkoba tergolong kejahatan luar biasa, karena lebih berdampak pada keselamatan masyarakat dibandingkan kejahatan konvensional. Penyalahgunaan dan perdagangan obat-obatan terlarang dapat merusak aset terpenting suatu negara, yaitu sumber daya manusianya. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk memerangi narkoba. Mulai dari upaya pencegahan hingga penindakan, berikut langkah progresif yang dilakukan pemerintah dalam 10 tahun terakhir untuk melindungi Indonesia dari penyelundupan narkoba.
Kerugian akibat perdagangan narkoba terhadap bangsa dan negara sangatlah besar. Kejahatan narkoba berpotensi menjadi proxy war dalam melemahkan negara melalui pelemahan sumber daya manusia. Selain itu, perdagangan ilegal dan penyalahgunaan narkoba merupakan perekonomian bawah tanah (underground economy) yang dapat menimbulkan kerugian finansial negara terkait pendanaan akibat terganggunya sektor sosial, ekonomi, ketertiban, dan keamanan.
Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkoba), pemerintah mengendalikan antara lain izin khusus dan surat persetujuan impor dan ekspor, peredaran, serta upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan ilegalitas. . Peredaran Narkoba dan Prekursor Narkoba (P4GN).
Dalam rangka melaksanakan P4GN, dibentuklah Badan Narkotika Nasional (BNN). Selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas pengawasan kejahatan narkoba, pemerintah telah melaksanakan Rencana Aksi Nasional (RAN) P4GN yang melibatkan seluruh kementerian/lembaga termasuk pemerintah daerah.
Seluruh pihak yang terlibat dalam RAN P4GN fokus pada bidang dan tugasnya masing-masing. Pertama, Bidang Pencegahan meningkatkan kampanye masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, mendeteksi dini penyalahgunaan narkoba, mengembangkan pendidikan anti narkoba, dan mengelola daerah rawan dan rentan narkoba.
Kedua, Bidang Pemberantasan melakukan pembersihan tempat dan wilayah rawan peredaran narkoba, memperkuat pengawasan pintu masuk wilayah NKRI, mengembangkan sistem pencegahan terpadu, dan memperkuat sistem pengawasan prekursor. Selain itu, Bidang Rehabilitasi meningkatkan kapasitas dan akses layanan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Napza serta meningkatkan sumber daya manusia dalam layanan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Napza. Terakhir, bidang penelitian, pengembangan, data dan informasi yang melakukan penelitian dan penyampaian data dan informasi P4GN.
Rencana aksi tersebut baru-baru ini dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020 yang antara lain mengatur mengenai pelaksanaan kerja di bidang pemberantasan dan pembersihan tempat dan kawasan rawan narkoba dan obat-obatan terlarang. . pendahulu. Peraturan ini menyerukan efektivitas tim khusus intelijen narkotika terpadu dalam menerbitkan daftar pencarian orang, menyelidiki kejahatan narkoba dan prekursor narkoba, serta meningkatkan pengawasan terhadap perdagangan manusia dan barang dari dan ke Indonesia.
Hal ini dicapai dengan mencegah dan memberantas perdagangan ilegal dan penyalahgunaan narkoba, meningkatkan kerja sama nasional dan internasional dalam pencegahan dan penanganan kejahatan transnasional, serta meningkatkan kapasitas pengawasan dan efektivitas penegakan hukum berdasarkan lima pilar yaitu pelacakan barang, pelacakan uang, pengangkutan. melacak, melacak dokumen, dan melacak orang.
Pengendalian penyelundupan narkoba secara khusus ditujukan untuk mencegah masuknya obat-obatan terlarang dari luar Indonesia. Hingga saat ini, beberapa faktor utama yang mempengaruhi penyebaran peredaran obat di dalam negeri, diantaranya adalah masih tingginya jumlah pengguna (demand), perbedaan harga antara negara produksi dengan Indonesia, dan semakin beragamnya jenis obat. dan perkembangan modus operandi penyelundupan narkoba dari dulu hingga sekarang.
Dalam 10 tahun terakhir, modus penyelundupan yang paling banyak dilakukan adalah narkotika yang dibawa langsung melalui perbatasan darat, laut, dan bandara (hand carry). Cara ini sering dilakukan oleh awak angkutan yang membawa penumpang ke perbatasan Indonesia, menyembunyikan narkotika di dalam bagasi (hidung penumpang bagasi), dan menempatkan narkotika dalam kontainer kargo di pelabuhan dan bandar udara (concealed/cargo container).
Cara lainnya adalah dengan cara ditempelkan pada badan (body strap), ditelan dan dimasukkan ke dalam rongga badan (body swallowing), atau melalui perusahaan jasa pelayaran yang menyamar sebagai kiriman (jasa pos).
Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan penyelundupan narkoba di dalam negeri adalah banyaknya alternatif pintu masuk di bandara, pelabuhan laut dan perlintasan perbatasan resmi/tidak resmi, karena kondisi geografis Indonesia yang luas dan terbuka.
Data penindakan narkoba lima tahun terakhir menunjukkan wilayah yang paling mudah penyelundupan narkoba adalah laut pantai barat Sumatera, perairan Selat Malaka, Kepulauan Riau, perairan Kalimantan Utara, Selat Makasar. di saluran Lombok.
Jalur ini berisiko tinggi karena dimanfaatkan oleh sindikat narkoba internasional asal Malaysia dan Thailand. Jika melalui jalur darat, perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara merupakan jalur berisiko tinggi yang digunakan sindikat narkoba internasional Malaysia.
Untuk mengendalikan pintu masuk tersebut, pemerintah menyadari pentingnya mengamankan wilayah rawan dan wilayah perbatasan Indonesia agar tidak terjadi campur tangan pihak luar Indonesia. Khususnya, kejahatan terorganisir transnasional, termasuk perdagangan narkoba.
Pengawasan tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Setiap penyelundupan, termasuk penyelundupan narkoba, terdapat sanksi pidana yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kolaborasi antara instansi pemerintah, aparat penegak hukum (APH) dan masyarakat juga didorong sebagai bagian dari upaya pemerintah membangun jaringan anti narkoba di Indonesia. Hasilnya, pemantauan peredaran narkoba dari luar wilayah Indonesia yang dilakukan secara sinergis oleh Kementerian/Lembaga dan APH menemukan 7.013 kasus dalam 10 tahun terakhir dan barang bukti sebanyak 43.053,41 kilogram. Dalam 10 tahun terakhir, tren masuknya obat-obatan terlarang ke wilayah Indonesia terutama terjadi melalui lintas udara dengan frekuensi pengungkapan sebanyak 3.367 kasus dan total barang bukti sebanyak 6.870,59 kg.
Jumlah pengungkapan dengan jumlah barang bukti terbanyak adalah melalui lintas laut dengan frekuensi pengungkapan sebanyak 803 kasus dan total barang bukti sebanyak 22.510,64 kg.
Grafik 1. Jumlah Tindakan dan Bukti Penindakan Narkoba sampai dengan 30 September 2024
Pengawasan intensif terhadap penyelundupan narkoba selama 10 tahun terakhir juga dapat menyelamatkan sekitar 111,63 juta penduduk Indonesia dari ancaman penyalahgunaan narkoba. Ia berharap kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dapat mewujudkan Indonesia bebas narkoba.
Grafik 2. Perkiraan total nyawa terselamatkan hingga 30 September 2024