Mengatasi Polusi Plastik lewat Aturan Global dan Kerja Sama Multi Pihak

Mengatasi Polusi Plastik lewat Aturan Global dan Kerja Sama Multi Pihak

JAKARTA – Banyak seniman komersil dari berbagai industri yang menyatakan dukungannya terhadap pemerintah Indonesia untuk aktif bergabung dalam Perjanjian Plastik Global PBB sebagai solusi masalah polusi plastik. Dukungan ini disampaikan menjelang pertemuan ke-5 Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5) Perjanjian Plastik Global PBB di Busan, Korea Selatan pada 25 November hingga 1 Desember 2024.

Informasi tersebut disampaikan pada Kamis (21/11) melalui siaran pers Koalisi Kerja Perjanjian Plastik Global di Jakarta atau Koalisi Kerja Perjanjian Plastik Global di Indonesia. Sore hari yang sama, BCGPT menghadiri rapat implementasi Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang peta mol pengurangan sampah P.75/2019. Pabrikan.

Masalah sampah global, khususnya polusi plastik, memerlukan tindakan segera. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperkirakan sampah plastik senilai 2.000 truk sampah dibuang ke ekosistem perairan setiap hari. Setiap tahunnya, 19-23 juta ton sampah plastik “bocor” dan mencemari danau, sungai, dan laut.

Kementerian Perindustrian menyebutkan pada tahun 2021 total bahan baku plastik di Indonesia mencapai 7.965 meter, dan pada tahun 2022 tingkat daur ulang sekitar 12%.

Akibat mentalitas “kumpul-buang-buang” yang masih mengakar kuat di masyarakat Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pada tahun 2023, 76,6% sampah akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), 54,4% di antaranya . Masih membuka TPA di TPA.

Selain itu, data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023 menunjukkan penggunaan plastik di Indonesia meningkat dari 16,74% (2019) menjadi 19,59% (2023).

BAPPENAS memperkirakan seluruh TPA di Indonesia tidak akan mampu memenuhi daya dukungnya pada tahun 2028 atau lebih awal jika permasalahan ini tidak diselesaikan pada tahun 2023. Memang studi tahun 2020 yang dilakukan Kelompok Koordinasi Pengelolaan Pencemaran Laut (TKNPSL) memperkirakan sampah plastik yang masuk ke laut mencapai 0,615 juta ton per tahun.

Pemerintah Republik Indonesia berencana mengurangi sampah laut sebesar 30% pada tahun 2025 dan sampah plastik laut sebesar 70% pada tahun 2025. Namun permasalahan sampah dan sampah plastik masih menjadi permasalahan di berbagai daerah.

Berdasarkan data TKNPSL, pada akhir tahun 2023, pengurangan kebocoran sampah plastik ke laut hanya mencapai 41,68%, dari 651.675 ton (2018) menjadi 359.061 ton (2023).

Mengingat urgensi hal ini di tengah kemajuan menuju INC-5, BCGPT menegaskan kembali bahwa perjanjian yang mengikat secara hukum yang mencakup plastik seumur hidup adalah peluang terbaik untuk mengatasi krisis polusi plastik. INC-5 merupakan peluang penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menyepakati isi perjanjian dan melaksanakannya secara konsisten.

Nurdiana Daras, Direktur Keberlanjutan dan Urusan Korporat Unilever Indonesia, mengatakan Perjanjian Plastik Global merupakan respons pertama terhadap masalah polusi plastik global. “Upaya tersebut harus kita lanjutkan, karena sejauh ini upaya tersebut belum menyelesaikan masalah.”

“Perjanjian ini penting untuk mengatur banyak pembatasan, mencapai tingkat produksi plastik yang berkelanjutan, serta memperluas tanggung jawab produsen atau producer responsiveness,” kata Nurdiana.

Sementara itu, Direktur Hubungan Masyarakat, Komunikasi, dan Keberlanjutan Coca-Cola EuroPacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia), Lucia Karina, mengatakan sinergi hulu-ke-hilir dan multipihak sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan sampah di Indonesia.

“Upaya mengatasi permasalahan plastik memerlukan pendekatan holistik dan kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam rantai nilai plastik, termasuk dunia usaha, pemerintah, ilmuwan, tokoh agama, tokoh masyarakat, media, dan masyarakat. Hal ini jelas. Nona Helix sebagai sebuah konsep kemitraan.

“Khususnya di negara-negara berkembang, kerangka kerja sama dengan partisipasi aktif sektor informal harus inklusif dan disesuaikan dengan konteks dan budaya lokal. Pendekatan seperti ini telah menunjukkan hasil positif dalam memperluas pengumpulan sampah dan meningkatkan standar hidup. Hal ini jelas terlihat. oleh perlunya kerja sama multilateral sesuai situasi,” kata Kareena.

Sebagai instrumen pemerintahan internasional (ILBI), Perjanjian Plastik Global diharapkan dapat menjadi buffer zone bagi perkembangan ekonomi hijau di berbagai tempat. ILBI dirancang untuk memastikan transisi yang inklusif dan adil dengan memitigasi risiko yang terkait dengan transisi, khususnya dampaknya terhadap UKM dan mereka yang bekerja di sektor pengelolaan sampah informal.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengumpulkan masukan dari berbagai pihak untuk teks perjanjian plastik global hingga Oktober 2024. Kami berharap naskah ini dapat menjadi bahan diplomasi bagi anggota delegasi Indonesia pada forum INC-5 yang meliputi Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, Kelompok Koordinasi Nasional Pengelolaan Sampah Laut (TKNPSL) . dan pemangku kepentingan lainnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *