Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit menyusul putusan Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Kota Semarang pada Senin (21/10). Lalu mengapa Shreetex dinyatakan bangkrut?
Berdasarkan keputusan yang sama tanggal 25 Januari 2022, Sritex dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon. Sritex bukan satu-satunya yang menyatakan bangkrut. Ia dan beberapa entitasnya, PT Sinar Pantaja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Pramayudha Mandirijaya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Kota Semarang, pemohon dalam perkara ini adalah debitur bernama PT Indo Bharat Rayon.
Tak hanya dinyatakan pailit, majelis hakim juga mencatat batas atas putusan pengadilan niaga di Semarang, berkas no. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg 25 Januari 2022 tentang Persetujuan Rencana Perdamaian (homologasi).
Sritex belum memberikan tanggapan terkait hal ini. iNews Media Group menghubungi manajemen tetapi tidak mendapat tanggapan.
Pada Januari 2022, Sritex digugat salah satu krediturnya, CV Prima Kriya, yang mengajukan penundaan pembayaran utang (PKPU). Pengadilan Niaga Kota Semarang menguatkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Selain itu, PT Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena PT Indo Bharat Rayon dianggap gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati.
Shreetex terpuruk sejak Juni lalu setelah adanya laporan 13.800 pekerja tekstil yang dirumahkan (PHK) antara Januari 2024 hingga awal Juni 2024. Selain itu, ada emiten tekstil Sritex (SRIL). Ada pula usulan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sambil menunggu restrukturisasi anak perusahaan Golden Mountain Pte Ltd di Singapura.
Chief Financial Officer Shritex (SRIL), Veli Salam mengatakan, PKPU No. 59/PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 tanggal 22 November 2022 menolak gugatan PT Bank QNB Indonesia Tbk, diputuskan pada 30 Desember 2022.
Oleh karena itu, perseroan tetap melanjutkan kegiatan usahanya karena permohonan pailit ditolak, ujarnya dalam siaran pers BEI, Senin (24 Juni 2024).
Sementara itu, Shritex mengakui industri tekstil mengalami depresi dalam beberapa tahun terakhir. Situasi yang tidak menguntungkan ini tidak hanya terjadi di pasar ekspor, tetapi juga di dalam negeri.
Untuk setahun penuh 2023, perusahaan membukukan rugi bersih sebesar $175 juta. Dibandingkan tahun 2022, kerugian ini mengalami penurunan sekitar 44% menjadi $396 juta.
Willy Salam, Direktur Utama SRIL, mengatakan kinerja perseroan dipengaruhi oleh menurunnya permintaan di pasar ekspor. Secara global, penurunan penjualan hampir sama terjadi di Amerika, Eropa, dan Afrika. Hal ini disebabkan oleh kondisi makroekonomi dan geopolitik yang mendorong inflasi di seluruh dunia.
“Masyarakat global mengutamakan kebutuhan pangan dan energi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (25/6/2024).
Pada awal Juni 2024, ribuan karyawan terdampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri TPT Sritex. Shreetex, pembuat seragam militer terkenal, memangkas 3.000 pekerjanya tahun lalu karena masalah efisiensi.
CFO Sritex Veli Salam menjelaskan, keputusan PHK 35% tenaga kerja diambil karena efisiensi perusahaan. Saat ini PT Sritex masih menghidupi 11.000 karyawannya dalam kelangsungan usaha.
“Selama tahun 2023, akan terjadi sekitar 3.000 PHK terkait dengan program efisiensi untuk membantu menjaga operasional dan kelangsungan usaha,” kata Whaley saat dihubungi, Selasa (25/6/2024).