JAKARTA – IMD World Talent Ranking 2024 menyoroti potensi dampak kecerdasan buatan terhadap lapangan kerja. Meskipun kecerdasan buatan menjanjikan efisiensi dan produktivitas yang lebih besar, terdapat kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat menghilangkan banyak tugas, terutama tugas-tugas yang berulang dan mudah diotomatisasi.
Pekerja perempuan lebih berisiko Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan bahwa kecerdasan buatan akan berdampak lebih besar pada pekerja perempuan, terutama di negara maju.
Otomatisasi kerja melalui kecerdasan buatan diperkirakan mempengaruhi 7,9% pekerja perempuan di negara maju, dibandingkan dengan 2,9% pekerja laki-laki. Di negara-negara berkembang, dampak terhadap perempuan (2,7%) juga lebih besar dibandingkan laki-laki (1,3%).
Bias Algoritma AI Selain itu, algoritme AI yang bias dapat memperburuk diskriminasi di tempat kerja. Oleh karena itu, penggunaan kecerdasan buatan dalam proses rekrutmen, promosi, dan evaluasi kinerja perlu dievaluasi kembali untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas.
Ancaman menarik talenta asing IMD juga memperingatkan bahwa dampak negatif kecerdasan buatan terhadap lapangan kerja dapat memicu keresahan sosial dan mengurangi daya tarik negara terhadap talenta asing. Pakar asing cenderung menghindari negara-negara yang mempunyai masalah sosial, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Beberapa negara memiliki sistem pendidikan yang sangat baik, namun mereka tidak mampu mempersiapkan sumber daya manusianya dan tidak menarik talenta (asing) yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja”, jelas Arturo Bris, direktur Pusat Daya Saing Dunia (WCC) IMD ).
Penelitian ini menggabungkan data statistik dan tanggapan survei dari 31 dari 67 negara, yang dikelompokkan berdasarkan tiga indikator: tingkat investasi dan pengembangan bakat, persiapan sumber daya manusia, dan kemampuan negara dalam menarik bakat asing.
Dibandingkan dengan banyak negara di Asia Tenggara, daya saing keterampilan talenta Indonesia berada pada peringkat ketiga, seperti terlihat pada daftar di bawah ini:
Singapura (peringkat ke-2 dari 67 negara)
Malaysia (peringkat ke-33)
Indonesia (46)
Thailand (47)
Filipina (63)
Indonesia harus belajar dari Singapura Meski peringkat daya saing SDM Indonesia naik ke peringkat 46 dunia pada tahun 2024, namun masih ada ruang untuk perbaikan. Singapura, yang kedua, adalah contoh yang baik tentang bagaimana persiapan angkatan kerja dan pendidikan tinggi dapat meningkatkan daya saing suatu negara.
Kunci keberhasilan sistem pendidikan Singapura: Pemerintah Singapura selalu memperbarui kurikulum pendidikan mengikuti perkembangan teknologi terkini.
– Tingkat kesiapan angkatan kerja yang kuat: Singapura memiliki pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, ketersediaan tenaga kerja terampil dan literasi keuangan yang baik.
– Menarik talenta asing: Singapura berhasil menarik spesialis asing untuk bekerja di negaranya.
Indonesia merupakan daya tarik yang baik bagi para ahli asing, namun perlu meningkatkan persiapan tenaga kerja dan investasi dalam pengembangan pendidikan.