Pangdam Cenderawasih yang Tembus Bintang 4, Nomor 1 dan 2 Berhasil Jadi Orang Nomor Satu TNI AD

Pangdam Cenderawasih yang Tembus Bintang 4, Nomor 1 dan 2 Berhasil Jadi Orang Nomor Satu TNI AD

PAPUA – Dari 41 Pangdam Tsenderawasih yang bertugas di Kodam, hanya dua yang berhasil menduduki jabatan tertinggi menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), menjadikan Kodam sebagai wadah yang melahirkan pemimpin-pemimpin berprestasi di bidang militer.

Sejak awal berdirinya, Kodam XVII/Cenderawasih yang kini meliputi Provinsi Papua Tengah, Papua, Dataran Tinggi Papua, dan Papua Selatan telah mengalami perubahan nama dan struktur. Didirikan pada tanggal 20 Juni 1950 sebagai Komando Angkatan Darat dan Area VII/Wirabuana, bermarkas pertama di Makassar dan bertanggung jawab atas Indonesia Timur, termasuk Sulawesi dan Maluku.

Perubahan signifikan terjadi pada bulan Mei 1957, ketika komando dipecah menjadi empat Kodam, salah satunya adalah Komando Militer Irian Maluku Barat (KDM-MIB) dan bukan Resimen Infantri25. Selain itu pada tanggal 8 Agustus 1962 lahirlah Kodam XVII/Irian Barat, dan akhirnya pada tanggal 17 Mei 1963 berganti nama menjadi Kodam XVII/Tjenderawasih.

Pada waktu tertentu, tepatnya tanggal 8 Mei 1985, Kodam XVII/Cenderawasih kembali menjadi bagian dari Kodam VIII/Trikora yang menyatukan Maluku dan Irian Jaya menjadi satu kelompok. Namun pada tanggal 5 Oktober 2007, Kodam XVII/Trikora kembali ke Kodam berdasarkan perintah yang dikeluarkan oleh Komando Angkatan Darat.

Melalui perjalanan panjang dan enerjik tersebut, Kodam akhirnya sampai di Pangdam Cenderavashih bintang empat. Beliau merupakan orang pertama di Kodam pada tahun 2005 hingga 2006 yang dikenal dengan nama Kodam XVII/Trikora.

Lulusan Akademi Militer Magelang tahun 1976 ini memiliki karir gemilang hingga menanjak menjadi KSAD. Ia menjabat KSAD pada 2009 hingga 2011 menggantikan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo.

Selama karir militernya, George Toisutta memegang sejumlah posisi penting. Saat bintangnya naik pangkat menjadi Letnan Jenderal, George Toisutta menduduki pangkat Kasdivif 1/Kostrad, Kasgartap 1/Kodam Jaya, dan Kasdam Jaya.

Seiring karirnya menapaki bintang dua, ia pernah menjabat sebagai Panglima Komando Militer TNI di Aceh, Panglima Brigade 1/Kostrad, Panglima Kodam XVII/Trikora, dan Panglima Kodam III/Siliwangi Cerah.

Tak berhenti sampai disitu, pria kelahiran Makassar, 1 Juni 1953 ini kembali diangkat menjadi Komando Kostrad dengan bintang tiga di pundaknya. Beliau menjabat posisi tersebut sejak 13 November 2007 hingga 17 Februari 2010 atau sekitar 2 tahun 2 bulan.

Di puncak karir militernya, ia diangkat menjadi panglima militer oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menambah bintang lain di pundaknya menjadi jenderal bintang empat.

George Toysutta meninggal dunia pada Rabu, 12 Juni 2019 saat menjalani perawatan kanker kolorektal di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. George Toysutta dimakamkan di TPU Dadi, Makassar, dekat makam ibunya.

2. Jenderal TNI Vismoyo Aismunandar

Vismoyo Arismunandar merupakan panglima militer kedua Cenderawasih yang menyandang empat bintang di pundaknya. Lulusan National Academy of Sciences (NMA) tahun 1963 ini menanjak menjadi jenderal bintang empat saat menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Setelah resmi dipromosikan menjadi letnan kolonel, tugas pertama Vismoyo adalah sebagai komandan peleton Batalyon 3/Menparkoad. Sekadar informasi, Menparkoad mewakili Resimen Para Komando Angkatan Darat atau yang lebih dikenal dengan RPKAD, sebuah pasukan elit. Sepanjang sejarah, RPKAD menjelma menjadi Kopassanda dan kemudian menjadi Kopassus.

Ini merupakan suatu kehormatan bagi Vismoyo. Saat berada di Danton Yon 3, komandan batalyonnya adalah Kolonel Inf Sarwo Edhi Wibowo. Berbagai karya menentukan warna karier Vismoyo.

Mantan calo tiket itu juga ikut dalam operasi penumpasan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1966 ia dipindahkan sebagai komandan pengawal pribadi Presiden Soeharto (Danwalpri).

Karier militer Vismoyo luar biasa. Adik dari Profesor Wiranto Aismunandar (mantan Rektor ITB dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) ini menduduki peringkat pertama Korps Baret Merah pada tahun 1983-1986. Ia kemudian dipromosikan menjadi Kasdam IX/Udayana (1986-1987), Pangdam VIII/Trikora (1987-1988), Pangdam IV/Diponegoro (1988-1990) dan mendapat bintang tiga sebagai Pangkostrad (1990-1992).

Cahayanya menjadi semakin terang. Pada tahun 1992-1993, pemuda peternak kambing ini diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Ia segera menjadi Panglima Angkatan Darat Tertinggi alias KSAD pada tahun 1993-1995.

Vismoyo yang pensiun dari dinas militer mengikuti berbagai kegiatan. Adik ipar Presiden Soeharto antara lain menjabat Ketua Umum KONI Pusat. Vismoyo meninggal dunia pada 28 Januari 2021 di Jakarta. Beliau dimakamkan di Pemakaman Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.3. Jenderal TNI Sarwo Edhi Wibowo Sarwo Edhi Wibowo merupakan Pangdam Cenderawasih pertama yang menjadi jenderal bintang empat. Empat bintang yang diterimanya hanya merupakan hadiah kehormatan umum dari Presiden Soeharto.

Sarvo Edhi Wibowo adalah salah satu tokoh utama G30S, seorang pembunuh komunis. Susilo Bambang Yudoyono, mertua Presiden ke-6 RI, merebut pangkalan udara dari komunis.

Pada saat terjadinya peristiwa G30S, Sarvo Edhi sedang menjabat sebagai Komandan RPKAD (Resimen Komando Angkatan Darat) yang sekarang disebut (Komando Pasukan Khusus).

Saat itu, pria asal Purworeho ini menjadi orang kepercayaan Jenderal Soeharto untuk menumpas gerakan komunis.

Alasan diangkatnya Sarvo Edhi sebagai pemimpin penumpasan G30S adalah meninggalnya temannya, Jenderal Ahmad Yani, juga asal Purworejo. Karena itu, sosok Sarvo Edhi dinilai sebagai pendukung kuat gerakan separatis.

Menurut laporan pribadi Sarvo Edhi ke Korea Utara pada tahun 1989, tindakan keras militer terhadap G30S dan PKI mengakibatkan 3 juta kematian. Mereka disebut berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Semasa berkarier di militer, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), ayah Pramono Edhi Vibowo, pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Diawali Panglima RPKAD (1964-1967), Pangdam II/Bukit Barisan (1967-1968), Pangdam XVII/Tjenderawasih (1968-1970) dan Gubernur AKABRI (1970-1974).

Seusai wajib militer, Sarwo Edhige diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan pada Mei 1973 hingga Mei 1978. Dia adalah Jenderal L.B. Dia diambil alih oleh Moerdani.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *