MAKASSAR – Komando Daerah Militer (Kodam) XIV/Hasanuddin telah melahirkan beberapa panglima yang berprestasi dalam karir militernya. Dalam 25 tahun terakhir, hanya dua panglima militer Hasanuddin yang berhasil meraih pangkat jenderal bintang empat.
Jalan dan transformasi Kodam Hasanuddin, salah satu komando strategis yang mencakup wilayah Sulawesi, mencerminkan pencapaian dan tantangan sejarah militer Indonesia.
Panglima TNI Hasanuddin saat ini, Mayjen TNI Bobby Rinal Makmun, menunjukkan potensi besar untuk mengikuti jejak pendahulunya dan melanjutkan tradisi sukses di jajaran TNI.
Dari 36 perwira senior yang menjabat amanat Pangdam Hasanuddin, 18 orang mengakhiri karir militer dengan pangkat Mayor Jenderal (Mayen) dan 1 nama masih aktif. 14 nama lainnya berhasil mempertahankan pangkat letnan jenderal bintang tiga (Letien).
Kodam Hasanuddin merupakan komando pertahanan daerah yang meliputi provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Kodam ini beberapa kali berganti nama.
Pada tanggal 20 Juni 1950 berdasarkan Keputusan KSAD Nomor 83/KSAD/PNT/1950 dibentuk tujuh wilayah di seluruh Indonesia, Wilayah VII terletak di Makassar. Beberapa bulan kemudian, pada bulan Agustus 1950, Wilayah VII berganti nama menjadi Wilayah Tentara VII/Indonesia Timur.
Kemudian pada tanggal 27 Mei 1957, KSAD kembali mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KPTS-288/5/1957 untuk mengubah Resimen Infantri menjadi Komando Daerah Militer (RMC) di wilayah Indonesia Timur. Pembentukan Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDM-SST) diresmikan pada tanggal 1 Juni 1957 dalam upacara militer di Lapangan Hasanuddin Makassar.
Dalam rangka reorganisasi, TNI menggabungkan Kodam XIII/Merdeka dan Kodam mengganti nama Kodam VII/Virabuan kembali menjadi Kodam XIV/Hasanuddin.
Daftar Pangdam Hasanuddin yang mendapat bintang 41. Jenderal TNI Agum Gumelar
Agum Gumelar merupakan panglima militer Hasanuddin terakhir yang berhasil menjadi jenderal bintang empat. Bintang empat yang diraihnya hanya Bintang Kehormatan Jenderal (HOR) yang diberikan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Beliau merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Satuan Infanteri Kopassus pada tahun 1968 dan menjabat Pangdam Hasanuddin pada tahun 1996 hingga 1998 menggantikan Mayjen TNI Sulat.
Semasa karir militernya, Agum pernah menjabat sebagai Wakil Asisten Intelijen Kopassus (1987-1988), Perwira Intelijen Kopassus (1988-1990), Komando Resor Militer 043/Garuda Hitama (1992), Direktur A Strategis ABRI. . Badan Intelijen (1993).
Lahir di Tasikmalaya tanggal 17 Desember 1945, pernah menjabat sebagai Kopassus Lapas 13 (1993-1994), Kepala Staf Kodam I/Bukit Barisan s/d (1996), Pangdam VII/Virabuan (1996-1996) ). ) dan Lembaga Gubernur untuk Keberlanjutan Nasional (Lemhannas) (1998–1999).
Setelah keluar dari militer, Agum Gumelar terjun ke dunia politik dengan menduduki jabatan Menteri Perhubungan (Menhub). Saat itu, Agum juga menjabat sebagai Ketua Umum PSSI pada tahun 1999 hingga 2003.
Selanjutnya, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menugaskan Agum menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polkam) pada Kabinet Persatuan Bangsa pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, Agum kembali menjabat Menteri Perhubungan, kali ini di Kabinet Gotong Royong.
Agum juga pernah menjadi Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada tahun 2003 hingga 2007. Pada tahun 2011, ia diangkat menjadi Ketua Komite Standardisasi PSSI. Ditunjuk FIFA karena PSSI sedang kisruh.
Pada Januari 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk mertua mantan pebulu tangkis Tawfik Hidayat itu sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Saat ini, suami mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Pendidikan Indonesia (2020-2025).
2. Jenderal TNI Andi Muhammad Yusuf Amir
Andi Muhammad Yusuf Amir atau populer disapa M. Yusuf merupakan Pangdami Hasanuddin kedua setelah Mayjen TNI Andi Mattalatta. Keturunan bangsawan Buga ini berhasil menjadi jenderal bintang empat selama karir militernya, menjabat sebagai Panglima ABRI pada tahun 1978 hingga 1983.
Sebagai seorang jenderal lapangan, Yusuf memiliki pengalaman bertempur yang kaya. Melewati berbagai tahapan, mulai dari era revolusi kemerdekaan, penumpasan pemberontakan bersenjata di Perme, DI/TII Kahar Muzakar, kekalahan G30S/PKI, hingga operasi di Timor-Timor yang kini disebut Timor Timur. .
Sebagai orang nomor satu ABRI saat itu, pria kelahiran Beaune, 23 Juni 1928 ini, dikenal sangat dekat dengan para prajurit. Yusuf dikenal sebagai pemimpin yang sangat peduli terhadap kesejahteraan prajuritnya. Yusuf sangat jeli sehingga tak segan-segan memeriksa rumah tangga dan makanan para prajuritnya. Tak heran jika para prajuritnya begitu menyukai sosok Yusuf.
“Jenderal Yusuf sangat dihormati. Apalagi anak buahnya malah mencium tangannya. ‘Tidak ada Panglima lain yang seperti dia’,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dalam biografinya yang bertajuk “Kepemimpinan Militer: Catatan tentang Pengalaman Letjen TNI Prabowo Subianto”.
Banyak orang yang terkesan tidak hanya dengan kepeduliannya terhadap bawahannya. Yusuf juga seorang jenderal yang sederhana dan praktis. Saat itu, Prabowo yang baru saja menjadi Brigjen TNI mendatangi kediaman M. Yusuf di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.
“Saya mengunjungi Jenderal Yusuf setelah saya menyampaikan pemberitahuan kenaikan pangkat korps kepada Panglima ABRI (Pangab) saat itu Jenderal Faisal Tanjung dan setelah saya mengunjungi orang tua saya dan Pak Kharto,” kata Prabowo.
Sesampainya di kediaman Yusuf, Prabowo mengaku kaget saat mendapati rumah orang nomor satu TNI itu gelap dan tidak dijaga. Menekan bel, seorang pelayan keluar. Kemudian pelayan itu membawanya ke ruang tamu, yang juga gelap.
Setelah lampu menyala, Prabowo terkejut karena tidak ada perubahan dari segi perabotan di rumah Jenderal Yusuf. Beberapa di antaranya bahkan terlihat membosankan.
Padahal, karir militer terakhir Yusuf hanya sebagai Pangdam Hasanuddin. Setelah itu, Bung Karno menyeretnya ke kantor. Pada era Soeharto, Yusuf kembali dipercaya menjadi menteri.
Beberapa posisi penting di pemerintahan Presiden Soeharto pernah dijabatnya, antara lain Menteri Perdagangan, Menteri Pertahanan dan Keamanan selama 5 tahun, dan Menteri Perindustrian selama 10 tahun.
Namun statusnya masih aktif militer. Tidak mengherankan jika pengangkatannya sebagai Panglima ABRI pada tahun 1978 dipandang sebagai sebuah kejutan besar. Yusuf adalah orang pertama yang melepas seragam militernya dalam 14 tahun dan tiba-tiba diundang ke Komando Tinggi ABRI.
Setelah keluar dari Pangab/Menhankam, Soeharto mempercayakannya untuk memimpin Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 5 tahun. Yusuf meninggal dunia pada tanggal 8 September 2004 di kediamannya di Makassar.