JAKARTA – Pilkada Jakarta 2024 sudah memasuki tahap penghitungan suara manual. Namun permasalahannya belum jelas sejauh mana, khususnya terkait partisipasi masyarakat di Pilkada Jakarta.
Dengan hanya 57 persen jumlah pemilih, Partai Demokrat Jakarta digambarkan sebagai pemilu daerah dengan jumlah pemilih terendah dalam sejarah. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam menentukan pemimpin membuat legitimasi hasil pilkada menjadi abu-abu.
Komentator politik Adi Praitno menyoroti rendahnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta. Menurut dia, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta sebesar 57 persen sangat rendah.
Perhitungan cepat parameter politik Indonesia: pemilih di Pilkada Jakarta hanya 57,2 persen, sangat rendah, katanya, Kamis, 5 Desember 2024 di Jakarta.
Menurut Adi, ada beberapa hal yang menyebabkan partisipasi pemilih sangat rendah. Selain bosan karena baru beberapa bulan lalu memilih Ketua DPR, Wakil Presiden, dan Anggota Parlemen, ia mengatakan masa kampanye Pilkada Jakarta tidak cukup bagi calon gubernur dan wakil gubernur untuk meyakinkan masyarakat.
Selain itu, ada kemungkinan pemilih di Jakarta akan merasa kecewa. Pasalnya, permasalahan mendasar Jakarta belum terselesaikan meski kota besar itu telah mengalami banyak pergantian kepemimpinan.
“Pemerintahan sudah berubah, namun permasalahan penting seperti banjir dan kemacetan lalu lintas, termasuk akses terhadap lapangan kerja, belum terselesaikan,” kata Adi.
Ia juga menyoroti kerja penyelenggara pilkada di Jakarta. Menurut penilaiannya, mereka belum maksimal dalam bekerja, termasuk dalam promosi pilkada.
“Sebenarnya anggarannya besar. “Kalaupun ada sosialisasi, paling banter berupa seminar di universitas atau hotel,” ujarnya.
Alhasil, partisipasi di Pilkada Jakarta paling rendah. Berdasarkan data, terdapat puluhan TPS di Jakarta yang jumlah pemilihnya kurang dari 35 persen. Bahkan TPS yang berjumlah 586 orang dari DPT seperti TPS 023 Petoyo Selatan hanya memiliki 93 pemilih. Artinya, hanya 15,87 persen pemilih yang berhak memilih. Jumlahnya jelas sangat sedikit.
Ini hanyalah salah satu contoh: masih banyak TPS lain di Jakarta yang tingkat partisipasi pemilihnya sangat rendah. Oleh karena itu, tak heran jika kini muncul persepsi bahwa legitimasi pemenang Pilkada Jakarta semakin tereduksi dan dipertanyakan.
“Ya, secara teori, legitimasi politik berkurang jika hanya sedikit orang yang datang ke tempat pemungutan suara. “Kunci demokrasi adalah legitimasi rakyat,” kata Adi.
Hal senada juga diungkapkan Wiriandinata, kolumnis Pilkada Jakarta dari kalangan aktivis muda Muhammadiyah. Menurut dia, rendahnya legitimasi Pilkada Jakarta menunjukkan pemenang Pilkada tidak akan mendapat amanah dari masyarakat Jakarta secara keseluruhan. Dengan demikian, kemenangan pemilukada yang tingkat partisipasi pemilihnya rendah bisa dikatakan tidak mewakili masyarakat.
“Dari segi legitimasi, kemenangan ini tidak bisa dianggap representatif. Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang dipilih oleh sebagian kecil masyarakat bisa mengklaim dirinya mewakili rakyat Jakarta,” kata Wiryandinata.