Full River – Era digital meningkatkan interaksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang dan budaya melalui media sosial. Untuk menjaga keberagaman, penting untuk menghormati toleransi dan perbedaan untuk menciptakan lingkungan yang damai.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Kurikulum Dinas Pendidikan Kota Sungai Banyak Meera Satriani saat menjadi narasumber pada webinar literasi digital Dinas Pendidikan yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemcominfo) bersama Diknas Provinsi Jambi. . Kantor, di Kota Sungai Banyak, Jumat (10/04/2024).
Dalam diskusi daring bertema “Keberagaman dan Radikalisme di Era Digital”, Meera mengatakan bahwa era digital seharusnya melihat keberagaman sebagai kekayaan. Sementara itu, radikalisme menjadi tantangan yang harus kita hadapi bersama di era digital ini.
Keberagaman sebagai kekayaan, termasuk keberagaman budaya, agama, suku, dan bahasa, menjadi sumber daya yang memperkaya keberlangsungan komunitas Mira. “Penting untuk menghormati dan memahami perbedaan-perbedaan tersebut untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai,” jelasnya.
“Radikalisme menjadi tantangan karena radikalisme merupakan sikap ekstrem yang dapat memecah belah masyarakat. Penyebaran ideologi ekstrem melalui media sosial merupakan tantangan serius, terutama bagi generasi muda yang paling rentan,” kata Meera.
Media sosial kini banyak digunakan untuk propaganda dan penyebaran ideologi intoleransi (radikal), kata Meera. Mereka menyasar generasi muda karena mereka dianggap lemah dan mudah terpengaruh.
“Pendidikan karakter dapat mencegah radikalisme. Apalagi kita perlu mengajarkan toleransi, empati dan saling menghormati, pendidikan digital, keamanan online dan pendidikan moral”, pungkas Meera Striani di hadapan para pelajar yang mengikuti debat dengan mengadakan Watch Party ( NOBAR) dari sekolah masing-masing.
Maithiana Indrasari, Sekretaris Yayasan Pendidikan Cendekiawan Utama, mengatakan Panchseela dan Bhinneka Thungal bisa menjadi tameng terhadap penyebaran radikalisme melalui media digital. Dengan menerapkan nilai-nilai Panchsheela, keberagaman terus terjaga.
“Jadikan nilai-nilai Pankasila dan Bhinneka Tungal Ika sebagai landasan keterampilan digital dan kenali nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karakter dalam beraktivitas di ruang digital,” tegas Meithiana Indrasari.
Sementara itu, Eko Pamuzi, dosen Universitas Negeri Surabaya (UNESA), menghimbau pengguna digital untuk menerapkan etika dan menghargai keberagaman. Dunia digital telah mempertemukan berbagai budaya, agama, dan ideologi.
“Literasi digital membantu masyarakat memahami perbedaan tanpa terjebak dalam stereotip atau prasangka. “Informasi yang salah mengenai kelompok minoritas dapat memicu konflik di media sosial,” jelas Eko Pamuzi.