JAKARTA – Langkah Presiden Prabowo Subianto menjadikan sektor pangan dan pertanian sebagai isu publik yang strategis dan prioritas dinilai tepat. Meski keresahan masyarakat muncul karena masifnya keterlibatan aparat TNI dan militer dalam teknis pelaksanaan kebijakannya.
“Militerisme yang diidentikkan dengan kekerasan masih belum serta merta diterima oleh masyarakat sipil, khususnya di sektor pangan dan pertanian,” kata politikus Partai Golkar Dina Hidayana, Minggu (22 Desember 2014).
Dina menilai strategi tersebut harus dilihat sebagai jalan tengah untuk mengatasi kondisi yang tidak normal. Meskipun supremasi sipil muncul setelah reformasi, supremasi ini dimaksudkan untuk memisahkan secara tegas peran sipil dan militer.
“Namun kenyataannya hingga saat ini kecenderungan sipil dan birokrasi kita masih berusaha untuk mengatur diri sendiri sehingga memerlukan bantuan dalam hal penguatan sistem komando dan disiplin,” kata Ketua Umum ICATANI.
Reformasi birokrasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun, kata Dina, meski terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, namun masih belum cukup signifikan dibandingkan kemajuan negara-negara di tingkat regional dan global.
Indonesia masih berada di peringkat 73 dari 214 negara dalam Indeks Efisiensi Birokrasi, menurut perkiraan yang dirilis Bank Dunia pada tahun 2023 yang mengukur kinerja pemerintah di seluruh dunia. Sementara itu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bahkan turun ke peringkat 115 dari 180 negara pada tahun 2023, sama dengan tahun 2014.
Sistem pemilu proporsional terbuka ditengarai menjadi biang korupsi masif dan inefisiensi birokrasi, ujarnya.
Ketua Umum Depinas Soxie memandang perlu menguraikan kompleksnya peran militer dalam mengatasi situasi kritis dalam proses transisi akibat tingginya inefisiensi dan merajalelanya korupsi di semua tingkatan.
“Dalam konteks ini, penyiapan produksi nasional dan peluncuran rantai pasok pangan memerlukan bantuan militer untuk mengatasi kebuntuan lokal, seperti terkait konflik pengadaan atau sengketa lahan, percepatan produksi, distribusi yang lebih efisien dan efektif, atau penguatan tata kelola,” ujarnya.
Militer secara alami telah melatih struktur komando terpadu untuk mencapai tujuan yang lebih terukur. Selain itu, model militer bercirikan ketegasan, disiplin, dan keseriusan dalam pengerjaannya.
Sementara itu, masyarakat sipil mungkin akan menerima hal ini pada masa transisi, sehingga diharapkan swasembada pangan dapat dipercepat sebagai hasil dari misi bersama tersebut. “Namun keunggulan sipil tetap menjadi hal mendasar dalam demokrasi, sehingga keterlibatan personel militer aktif hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu, kondisi, dan cakupan tertentu, agar tidak menjadi bias, duplikatif, dan berlebihan,” jelas Departemen Luar Negeri. Kata alumni pertahanan. Universitas (Unhan).