JAKARTA – Pemerintah terus meningkatkan bantuan kepada pesantren untuk memperluas peluang ekonomi dan pendidikan. Yang terbaru adalah Dana Islam untuk Pesantren, yang bertujuan untuk mendukung pelatihan staf di pesantren.
Basnang Said, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini dan Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), mengatakan pemerintah berkomitmen memberikan dana senilai Rp 139 triliun dalam bentuk hibah dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Dana yang diberikan berupa beasiswa program studi dan kursus singkat di luar negeri bagi Ustazi dan santri pesantren se-Indonesia.
Baca Juga: Menteri Agama Yaqut yang Kolaboratif dan Inovatif menganugerahkan penghargaan kepada iNews
Dana yang dialokasikan pada tahun 2024 sebesar Rp 250 miliar. Rabu (16/10/2024) kemarin, keluar rombongan penerima beasiswa pertama, yaitu rombongan calon mahasiswa yang akan dikirim belajar ke Yordania. “Amerika Serikat dan Inggris akan menyusul dalam waktu dekat,” ujarnya, Kamis (17 Oktober 2024) di Jakarta. Basnang Said menjelaskan, program ini merupakan salah satu solusi terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Pesantren.
Selama satu dekade terakhir sejak disahkannya UU Pesantren, penerimaan pemerintah terhadap pesantren meningkat drastis. Selain Dana Pesantren, Kementerian Agama meluncurkan Program Kemandirian Pesantren yang berhasil mendorong pesantren untuk mendirikan badan usaha sendiri. Sejak diluncurkan pada tahun 2023, program tersebut kini telah mencakup 2.074 pesantren yang didukung oleh 275 inkubator bisnis.
Pada tahun 2024, sebanyak 1.500 pesantren akan menerima bantuan tersebut, namun baru 836 pesantren yang membayarkannya. Besaran bantuan sebesar Rp50-300 juta per ponpes dan ditujukan untuk mendukung badan usaha milik ponpes di semua bidang usaha kecuali peternakan.
Baca juga: Kementerian Agama Pemenang Penghargaan Komnas Perempuan Atas Kebijakan Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender
Menurut Basnang, pemerintah ingin pesantren mandiri secara finansial sehingga tidak bergantung pada pihak lain. “Jika pesantren tidak independen, maka kepentingan politik lokal akan dengan mudah mempengaruhinya. Kalau mereka mandiri maka fungsi pendidikan dan dakwahnya akan meningkat,” tegasnya.
Abu Rokhmad, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, mengatakan keberadaan UU Pesantren memungkinkan Kementerian Agama memaksimalkan penguatan, fasilitasi, dan pengakuan pesantren dalam berbagai aspek. “Pondok pesantren harus mandiri dan kuat, termasuk secara finansial. Oleh karena itu, negara harus hadir dan mendukung pelaksanaannya,” tegas Direktur.
Pondok pesantren harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Salah satu isu yang mengemuka dalam pengembangan pesantren, lanjut Abu Rokhmad, adalah kemandirian mereka di bidang keuangan. Oleh karena itu, pesantren sebagai wujud komitmen pemerintah ditetapkan sebagai program prioritas Kementerian Agama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 749 Tahun 2021 tentang Program Kemandirian Pesantren.
“Program ini tersedia untuk seluruh pesantren dengan cara yang sama inklusif dan berdasarkan kebutuhan lokal, dengan mempertimbangkan pertimbangan bisnis dan kondisi geografis. Ini merupakan bentuk kerja sama antara pihak-pihak yang berkepentingan Kementerian/Lembaga dan pihak pondok pesantren serta prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga setiap proses dan hasilnya dapat diperhitungkan,” putusnya.