Penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan Tawarkan Konsep Pendidikan di Indonesia

Penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan Tawarkan Konsep Pendidikan di Indonesia

JAKARTA – Krisis sumber daya manusia (SDM) di Indonesia perlu segera diatasi Sebuah krisis di mana pendidikan justru memutus masyarakat dari potensi dan bakat terpendamnya

Berbicara di dua forum nasional Konferensi Futuris D’Futuro tahun 2024, Mohammad Noor Rizal, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), mengatakan krisis ini berpotensi menimbulkan keretakan antara masyarakat dengan diri sosial dan (spiritual) mereka. Rabu (13/11/2024) Dipandu oleh Pizer Foundation di Kota Casablanca dan Seruni Talk on Stage (Sarsehan untuk Bangsa) Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rabu (13/11/2024).

Dua peristiwa besar ini menunjukkan bahwa isu peningkatan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas dan banyak dibicarakan Menurut Rizal, dibutuhkan pendongeng yang bisa menginspirasi perubahan

Rizal mengatakan, kualitas pendidikan di Indonesia belum membaik karena masyarakat dan pemerintah tidak bisa menghilangkan pemikiran-pemikiran lama. Ia menambahkan bahwa program-program baru ini sangat selaras dengan ide-ide baru dan cara-cara lama dalam melakukan sesuatu, sehingga mengarah pada formalitas, administrasi, dan jargon baru.

Alhasil, meski kurikulum sudah dua belas kali diubah, rating sekolah meningkat hingga di atas 90%, dan anggaran pendidikan mencapai Rp 600 triliun, namun kualitas pendidikan Indonesia tetap konstan. Hasil literasi, numerasi dan sains berada di peringkat tujuh terbawah, berdasarkan Survei Penilaian Program Internasional untuk Siswa.

Faktanya, Indeks Daya Saing Talenta Global kami berada di peringkat ke-82 pada tahun 2022 dalam Indeks Daya Saing Talenta Global. Oleh karena itu, kata dia, para guru diajak untuk mewaspadai dan tidak menunggu program dari atas.

Mereka diajak menjadi guru yang berdaulat dan adaptif dengan mencari cara berpikir baru tentang tujuan pendidikan Pendidikan tidak boleh sekedar mengejar kepentingan ekonomi atau angkatan kerja di masa depan.

Pendidikan juga perlu memenuhi kebutuhan individu dan sosial yaitu, bagaimana masyarakat dapat memahami dunia di sekelilingnya dan dunia di dalam dirinya, sehingga mereka dapat tercukupi secara ekonomi, intelektual, emosional, dan sosial serta berperan aktif sebagai warga negara.

“Ilmu yang diperoleh mahasiswa hendaknya bersifat konstruktif, yaitu melalui pengalaman dan interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, bukan dari ceramah atau hafalan. Ia mengatakan, lingkungan belajar seperti ini akan membebaskan siswa untuk menghasilkan ide-ide baru.

Sementara itu, pada Seruni: Seruni Talks on Stage ke-10, Rizal berdiskusi dengan Muhadjir Effendi tentang pendekatannya dalam mengatasi ketimpangan akses dan perubahan kurikulum. Menurutnya, ketimpangan akses merupakan dampak dari paradigma pendidikan yang fokus pada human capital yang hanya mempersiapkan peserta didik menjadi pekerja. Akibatnya, masyarakat dipandang sebagai objek pendidikan Bukan subjek atau pemeran utama

Akibatnya, pelajar di semua jenjang pendidikan, termasuk mahasiswa, seringkali tidak menikmati proses pembelajaran Pendidikan ini menjauhkan mereka dari bakat, kemampuan atau passion mereka “Dan jika hal ini terus terjadi di dunia kerja, maka mereka tidak akan produktif dan tidak mencintai pekerjaannya,” tuturnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *