JAKARTA – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil penilaiannya terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama sepuluh tahun pemerintahan 2014 hingga 2024. Hasil analisis menggunakan tujuh indeks dari lembaga menunjukkan Internasional terpercaya bahwa Jokowi mendapat tiga sertifikat biru, satu sertifikat merah, dan tiga sertifikat netral.
LSI Denny JA telah merumuskan empat prinsip untuk menilai berhasil tidaknya seorang presiden di akhir masa jabatannya. Ini adalah cara penilaian yang lebih akurat dan komprehensif. “Pertama, penilaian harus berdasarkan data dan penelitian dari lembaga yang kredibel. “Berdasarkan penelitian dan data bertahun-tahun, bukan spekulasi dan prasangka, sehingga penilaian ini lebih mewakili kondisi sebenarnya,” kata Denny JA, pendiri LSI, dalam keterangannya, Kamis (10/10/2024).
Kedua, penilaiannya harus komprehensif dan mencakup isu-isu ekonomi, politik, sosial dan hukum. Sangat mungkin bahwa pemerintahan mana pun akan berhasil dalam satu hal, namun gagal dalam hal lain. Dengan mencermati seluruh aspek, maka penilaian yang obyektif dan komprehensif dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Ketiga, penilaian tersebut membandingkan data tahun pertama (2014) dan tahun terakhir (2024) masa jabatan Jokowi. Kedua poin ini akan menilai pemerintah dalam jangka waktu yang cukup lama. Anda juga akan menemukan dasar untuk mengevaluasi kemajuan atau hambatan. “Keempat, data yang digunakan harus berasal dari lembaga internasional yang kredibel dan terverifikasi. “Data penilaian juga tersedia untuk semua orang di Internet,” jelasnya.
Untuk keperluan tersebut, LSI Denny JA hanya menggunakan data dari lembaga seperti Bank Dunia, Heritage Foundation, Transparency International dan lembaga sejenis lainnya. Penilaian berdasarkan tujuh indeks ini merupakan program utama LSI Denny JA untuk menilai calon presiden Indonesia lainnya yang masa jabatannya telah habis.
Peringkat berdasarkan indeks global ini melengkapi peringkat lain yang juga menjadi standar di negara lain: peringkat persetujuan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden pada bulan terakhir masa jabatannya. Yang menjadi pertanyaan mengapa Pemerintahan Jokowi 10 tahun menyerahkan tiga sertifikat biru, tiga sertifikat netral, namun hanya satu sertifikat merah. Denny memberikan tiga alasan utama.
Alasan pertama adalah fokus pada pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Menurut dia, pembangunan infrastruktur sudah menjadi prioritas Jokowi sejak awal kepemimpinannya.
“Dia paham bahwa perekonomian yang kuat membutuhkan basis infrastruktur yang kuat, jadi dia memulai proyek-proyek besar seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara. Upaya tersebut berdampak langsung terhadap PDB, kebebasan ekonomi, dan indeks kemajuan sosial,” jelasnya.
Namun, prioritas tinggi pada infrastruktur dan perekonomian ini mengorbankan beberapa aspek lain, seperti isu lingkungan hidup dan politik oposisi, yang berkontribusi terhadap penurunan skor Indeks Demokrasi, lanjutnya. Ia menjelaskan, alasan kedua adalah komitmen yang kuat terhadap stabilitas dan supremasi hukum.
Menurutnya, Jokowi juga fokus pada stabilitas politik dan penegakan hukum sebagai pilar utama dalam satu dekade terakhir. Namun ada risiko aspek demokrasi dikorbankan karena komitmennya menjaga keamanan dan ketertiban nasional.
Berdasarkan Indeks Demokrasi, manuver politik aktor pemerintah membuat DPR dan partai politik tidak lagi mampu berperan sebagai suara penyeimbang kebijakan Presiden dalam upaya menjaga stabilitas.
“Langkah ini berdampak pada demokrasi yang seharusnya memberikan ruang bagi keinginan masyarakat dan kritik yang membangun. Manuver politik ini menjamin stabilitas pemerintahan, namun memberikan nilai negatif pada indeks demokrasi,” kata Denny.
Selain itu, Indeks Korupsi bersifat (Netral) karena meskipun sudah ada upaya penegakan hukum namun masih belum signifikan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Lambatnya kebijakan reformasi birokrasi dan tidak konsistennya pemberantasan korupsi membuat indeks korupsi dilaporkan netral. “Kelemahan ini menghambat perbaikan signifikan dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan,” katanya.
Kemudian indeks kebahagiaan (netral). Stabilitas keamanan tetap terjaga, namun penurunan indeks demokrasi berdampak pada kepuasan hidup masyarakat. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan tingkat kebahagiaan stagnan. “Meskipun stabilitas ekonomi dan sosial meningkat, namun kepuasan masyarakat tidak meningkat akibat menurunnya indeks demokrasi,” ujarnya.
Alasan ketiga, kata Denny, pertumbuhan inklusif belum maksimal. Meskipun terdapat pertumbuhan ekonomi yang kuat dan beberapa pencapaian sosial, Indonesia masih menghadapi tantangan untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat ekonomi ini. “Tantangan ini berdampak pada kinerja beberapa indeks sosial yang relatif stagnan, seperti Indeks Pembangunan Manusia (netral), Indeks Kebahagiaan (netral), dan Indeks Korupsi (netral),” jelasnya.
Ia menemukan, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan signifikan di bidang ekonomi dan sosial selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi. Namun, tantangan masih tetap ada dalam mencapai pemerintahan yang sepenuhnya demokratis dan inklusif.
“3 sertifikat biru, 1 sertifikat merah, dan 3 sertifikat netral, 3 sertifikat netral menunjukkan keberhasilan Jokowi dalam pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, namun juga menggarisbawahi perlunya perbaikan demokrasi, kebahagiaan masyarakat, dan reformasi pemerintahan yang lebih efektif dan adil,” jelasnya.
“Dengan catatan kritis ini, 10 tahun kepemimpinan Jokowi masih bisa dikatakan sukses karena ia telah mengumpulkan lebih banyak rapor biru,” pungkas Denny.