Perlu Evaluasi Besar Senjata Api TNI-Polri

Perlu Evaluasi Besar Senjata Api TNI-Polri

JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Osman Hamid pada Kamis, 2 Januari 2025 menanggapi penembakan terhadap pemilik mobil sewaan di rest area Tol KM 45 Tangerang-Merek oleh TNI Angkatan Laut (.TNI). AL). Dia mendesak agar daya tembak TNI-Polri ditinjau ulang.

Pembunuhan di luar proses hukum yang dilakukan aparat terus berlanjut. Perbuatan mereka jelas melanggar hak asasi manusia dan tidak ada upaya pimpinan politik untuk memperbaikinya, kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1)./2025. ).

Dia memperingatkan bahwa pembunuhan di luar proses hukum melanggar hak untuk hidup. “Siklus impunitas ini harus segera dihentikan agar tidak ada lagi korban di kemudian hari akibat penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya.

Ia mengatakan, pada tahun 2024, baru 55 kasus pembunuhan tidak adil yang berhasil diselesaikan, dengan total korban sebanyak 55 orang, yang sebagian besar berasal dari pihak kepolisian dan TNI. “Sebanyak 10 anggota terdiri dari unsur TNI, 29 polisi, dan 3 tim gabungan TNI-Polri,” ujarnya.

Dua hari kemudian di awal tahun 2025, tepatnya pada 2 Januari, pembunuhan di luar proses hukum kembali terjadi, kali ini diduga melibatkan anggota TNI Angkatan Laut, ujarnya. Kata dia, sebaiknya pelaku kejahatan diadili melalui pengadilan militer, bukan melalui pengadilan militer yang prosesnya tertutup dan tidak transparan.

Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997,” jelasnya.

Kata dia, peninjauan tersebut perlu memastikan pelanggaran KUHP Umum yang dilakukan oknum TNI bisa diproses melalui Mahkamah Agung sesuai ketentuan UU TNI No. 34 Tahun 2004. Dan mengakhiri pengecualian yang telah diperpanjang.”

Ia juga mendesak institusi seperti Polri dan TNI berhenti menggunakan istilah individu jika masing-masing anggotanya terlibat kasus pidana atau pelanggaran HAM. Istilah ini digunakan untuk menghindari tanggung jawab administratif ketika ada anggota yang tidak mengikuti SOP dengan benar, ujarnya.

Baca juga: Kursi Presiden Dibuang, Satu-satunya Calon Presiden Tersingkir

Ia mengatakan, lembaga tersebut bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan anggotanya di lapangan, apalagi jika menggunakan senjata untuk membunuh atau tindak pidana lain yang melanggar HAM.

Kelalaian Polri dalam mencegah peristiwa penembakan 2 Januari 2025 juga harus menjadi perhatian serius bagi kepolisian. Ia menyimpulkan: Kelalaian petugas yang mengakibatkan kematian warga sipil harus dianggap sebagai kejahatan dan bukan hanya kejahatan. di bidang etika.”

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *