JAKARTA – Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) bekerja sama dengan Koalisi Sistem Pangan Berkelanjutan (KSPL) dan APRINDO (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) menyelenggarakan lokakarya GRASP 2030 bertajuk “Segera Mengatasi Kehilangan dan Pemborosan Pangan bagi Pemangku Kepentingan Dunia Usaha” . di Jakarta Acara ini mempertemukan lebih dari 100 peserta secara langsung dan daring, dari sektor bisnis, pemerintah, bank pangan, dan organisasi masyarakat sipil.
Dalam rantai pangan, semua sektor usaha berpotensi menimbulkan kerugian dan sisa makanan (FSW). Data menunjukkan sekitar 33% makanan yang diproduksi di dunia hilang atau terbuang, menurut FAO pada tahun 2019. Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif IBCSD, Indah Budiani dalam sambutannya menekankan pentingnya dunia usaha dalam menghadapi permasalahan yang semakin serius. SSP dan
“Hilangnya dan terbuangnya makanan bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga tantangan ekonomi yang besar. Sebagai sektor yang berperan penting dalam rantai pasok pangan, perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk mengurangi dampak SSP ini. “Kami berharap lokakarya ini menjadi wadah pertukaran solusi dan mendorong tindakan dunia usaha yang lebih terstruktur untuk mengatasi permasalahan ini,” kata Indah.
Acara ini merupakan bagian dari GRASP 2030 (Food Loss and Waste Cooperation 2030), sebuah inisiatif kesepakatan sukarela yang bertujuan untuk mengurangi food loss and waste (FSW) melalui kerja sama antara sektor swasta, pemerintah dan masyarakat. Angelique Dewi, Presiden GRASP 2030, menekankan pentingnya peran GRASP 2030 dalam menciptakan kolaborasi lintas sektor.
“GRASP 2030 merupakan sebuah inisiatif yang mengajak berbagai aktor dan berbagai aktor dalam rantai pangan untuk berkolaborasi demi mencapai pengurangan SSP. Kami percaya bahwa melalui kerja sama yang erat dan dukungan bersama, kita dapat mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia dengan cara yang lebih efektif. dan berkelanjutan,” jelas Angelique.
Lokakarya ini mempertemukan berbagai pembicara dari pemerintah, dunia usaha, dan sektor penyelamatan pangan untuk berbagi pengetahuan, praktik terbaik, dan solusi inovatif. Acara ini juga memberikan kesempatan bagi dunia usaha untuk melakukan diskusi mendalam mengenai regulasi, kebijakan dan strategi yang diperlukan untuk mengurangi SSP.
Wakil Presiden APRINDO Yuvlinda Susanta menekankan pentingnya peran sektor ritel dalam upaya penurunan SSP. “Sektor ritel, sebagai bagian dari rantai pasokan makanan, benar-benar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, mengoptimalkan manajemen inventaris, dan menerapkan solusi inovatif untuk mengurangi limbah dan kehilangan makanan. “APRINDO mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya mencapai efisiensi dan mengurangi SSP,” kata Yuvlinda.
Bappenas menyatakan setiap tahun di Indonesia 115-184 kg makanan terbuang per kapita. Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi hingga Rp551 triliun, emisi gas rumah kaca sebesar 7,29% dari total emisi nasional, dan hilangnya pangan bagi 125 juta orang.
Hal ini semakin menekankan pentingnya dunia usaha mengambil langkah nyata untuk memerangi SSP. Pada acara ini, Michael Jones, Senior Director International Partnerships, menyampaikan pentingnya perusahaan sektor pangan menyasar penurunan SSP dengan mengukur dan mengembangkan strategi penurunan SSP melalui pendekatan Target-Measure-Act (TMA). MENGUMPULKAN
Oleh karena itu, lokakarya ini juga akan memaparkan Metode Standar penghitungan kehilangan dan limbah pangan yang disusun dan diluncurkan oleh Koalisi Sistem Pangan Berkelanjutan (KSPL) bersama mitranya, Badan Pangan Nasional (BAPANAS) dan Kementerian Pembangunan Nasional. Perencanaan/ Bappenas 24 September 2024
“Kompleksitas permasalahan pangan yang kita hadapi saat ini hanya dapat diatasi dengan kerja sama semua pihak, termasuk dunia usaha. Metode standar penghitungan SSP ini memungkinkan dunia usaha untuk mengidentifikasi jumlah SSP yang diproduksi, menetapkan target pengurangan, mengembangkan strategi dan kebijakannya dan pada akhirnya akan memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi SSP dari kegiatan usahanya,” jelas Kepala Sekretariat KSPL, Gina Karina.
Sesi pengenalan metode perhitungan standar dipimpin oleh mitra KSPL Eva Bachtiar, yang merupakan pendiri dan CEO Garda Pangan. Melalui workshop ini, IBCSD berharap adanya kolaborasi yang lebih kuat antara GRASP 2030 dan seluruh mitra rantai makanan untuk mengatasi permasalahan SSP.
Dengan kontribusi aktif semua pihak, Indonesia diharapkan dapat mencapai tujuannya dalam mengurangi SSP dan menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan.