Jakarta – Sektor mobil membutuhkan insentif tambahan untuk mempertahankan keberhasilan penjualan 2025. Ini sejalan dengan ukuran tantangan yang mereka hadapi (BBNKB).
Selain itu, pengurangan kelas menengah merupakan ancaman bagi sektor mobil, karena sejauh ini mereka telah menjadi pembeli mobil serta ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2024, jumlah kelas menengah mencapai 47,85 juta, dari 2019 menjadi 57 juta. Ini adalah penyebab stagnasi pasar mobil sebesar 1 juta unit pada tahun 2014-2023 dan kontraksi di pasar pada tahun 2024.
Tanpa usaha, penjualan mobil 2025 takut untuk memecah 800.000 unit dan melanjutkan pengembangan yang buruk pada tahun 2024, dengan pasar turun 13,9% menjadi 865.723 unit. Di sisi lain, dengan skenario stimulasi tambahan, pasar mobil dapat disimpan dengan perkiraan penjualan 900.000 unit.
Kepala Industri Logam, Mesin, Transportasi dan Elektronik, Kementerian Industri (Keinperin) Setia Darta mengatakan, pada tahun 2024, penurunan industri adalah 16,2%. Pengurangan ini disebabkan oleh melemahnya daya beli orang dan meningkatkan suku bunga untuk pinjaman mobil.
Sektor mobil diyakini menghadapi tantangan terbesar pada tahun 2025, sesuai dengan implementasi kebijakan pertumbuhan air dan implementasi PDB dan BBNKB Opsen.
“Untuk mewujudkan pentingnya sektor mobil untuk kontribusi ekonomi Indonesia dan tantangan yang mereka hadapi tahun 2025, Kementerian Industri secara aktif mengajukan proposal untuk insentif dan relaksasi kebijakan bagi para pemangku kepentingan yang bersangkutan,” kata Setia dalam diskusi tentang industri tersebut Industri Jakarta diadakan pada hari Selasa (1/14/2025).
Setia mengungkapkan, beberapa proposal motivasi dari Kementerian Industri termasuk PPNBM (PPNBM DTP) untuk kendaraan hibrida (PHEV, penuh, lunak) sebesar 3%. Insentif pajak pertambahan nilai DTP untuk kendaraan EV dengan 10% untuk mendorong kendaraan listrik dan menunda atau memfasilitasi implementasi PKB dan BBNKB Opsen.
“Menunda atau memfasilitasi implementasi PDB dan BBNKB Opsen, di mana sekarang ada 25 provinsi yang menerbitkan peraturan terkait dengan OPS PKB dan BBNKB,” kata Tata.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan konkret untuk keberlanjutan industri otomotif dan mempertahankan persaingannya di pasar domestik dan internasional.
25 Eastern -java, West -java, Banten, Java Tengah, Di Yogyakarta, NTB, Bali, Riau, Sumatra Utara (Northern -Sumatra), South -Sumatra (South -Sumatra), South -kalimantan (Kalimantan Selatan), Kalimantan), Kalimantan selatan (Kalimantan Selatan), Kalimantan), Kalimantan Selatan (Kalimantan Selatan), Kalimantantan), Kalimantan Selatan), Kalimantan), Kalimantan selatan), Kalimantantan), Kalimantan selatan), Kalimantan Selatan), selatan (Kalimantan selatan), Kalimantan), Kalimantan selatan), Kalimantan) Selatan (Kalimantan Selatan), Kalimantan Selatan) Selatan (Kalimantan Selatan)), Kalimantan selatan) selatan) Selatan) selatan)) Timur (Timur) (Timur -Sumatra Kalimantan), Sulawesi Selatan (Sulawesi Selatan).
Pada saat yang sama, Automotive Observer University mengatakan di Indonesia (UI) LPEM Riyanto, pasar mobil membutuhkan intervensi cepat karena keadaan yang lebih serius. Manfaat Dasar, dalam bentuk memperkuat daya beli dan mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah solusi jangka panjang.
Berdasarkan LPEM University of Indonesia, dengan asumsi bahwa pajak opense diterapkan pada semua area, PDB maksimum adalah 1,2%dan BBNKB 12%, jumlah total pajak mobil meningkat menjadi 48,9%dari harga dibandingkan dengan 40,25%sebelumnya. Akibatnya, harga mobil baru meningkat 6,2% dalam daya beli publik.
“Dengan elastisitas -1,5, diproyeksikan bahwa penjualan mobil tahun ini akan berkurang 9,3% menjadi sekitar 780.000 unit pada tahun 2025,” katanya.
Salah satu opsi insentif bahwa pemerintah dapat dianggap sebagai diskon PPNBM untuk mobil seluler 4×2 dengan bahan baku lokal (TKDN) lebih dari 80%, seperti pada tahun 2021.
“Dengan diskon 5%PPNBM, disebut 10%PPNBM, harga mobil dapat dikurangi sebesar 3,6%, yang dapat menyebabkan permintaan lebih lanjut untuk 53.476 unit,” katanya.