JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Prabowo telah memerintahkan empat kementerian untuk sekaligus ikut serta dalam upaya menyelamatkan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.
Hal itu diungkapkan Menteri Perindustrian (Menteri) Agus Kumiwang Karthasasmitha bersama Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Tenaga Kerja.
Menteri Perindustrian Agus Kumiwang seperti dikutip Minggu (27/10/2024) mengatakan dalam keterangan resminya bahwa “pemerintah akan segera mengambil tindakan agar operasional perusahaan tetap berjalan dan menyelamatkan karyawan dari PHK.”
“Opsi dan rencana pemulihan ini akan diberikan sesegera mungkin, setelah keempat kementerian menyelesaikan modalitas pemulihan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Pengadilan menerima permintaan salah satu kreditur perusahaan tekstil yang ingin membatalkan perjanjian perdamaian untuk menunda kewajiban membayar utang yang telah disepakati sebelumnya.
Tentang Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sreedex) dinyatakan bangkrut. Dalam kasus ini, pemohon pailit mendakwa Sritex telah gagal memenuhi kewajiban pembayarannya.
Perusahaan tekstil yang telah beroperasi selama 36 tahun ini sejak tahun lalu menghadapi kendala keuangan akibat kelebihan utang atas aset.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2023, total utang Sritex sekitar Rp 24,3 triliun. Kredit berasal dari utang jangka panjang, utang jangka pendek, serta pinjaman bank dan obligasi.
Sritex membeberkan penyebab turunnya penjualan di industri tekstil. Pertama, situasi geopolitik perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina menyebabkan gangguan rantai pasokan dan penurunan ekspor karena perubahan prioritas masyarakat di Eropa dan Amerika Serikat.
Alasan kedua adalah lemahnya industri TPT akibat membanjirnya produk TPT di China. Hal ini berdampak pada penurunan harga, dimana produk menjadi lebih murah dan menyebar ke negara-negara yang kontrol impornya lebih longgar, salah satunya Indonesia.