JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto menilai negara-negara besar tidak punya kebiasaan mengumpat dan mengumpat. Menurutnya budaya caci-maki itu tidak baik dan tidak diajarkan agama apapun.
Hal itu diungkapkan Prabowo saat berpidato di Majelis Koordinasi Nasional (Rakornas) PKB yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Kamis (10/10/2024).
“Saudara-saudara, ada segelintir orang yang budayanya suka mengumpat, berbuat jahat, dan mencari masalah, kan? Sungguh, menurutku mereka pasti menutup hati dan menutup mata. Aku tidak mengerti mereka. kata Prabowo dalam pidatonya.
Menurutnya, segala permasalahan atau kekurangan harus diidentifikasi dan diperbaiki bersama. Namun, ia menegaskan, negara-negara besar tidak memiliki budaya saling mengumpat dan menghina.
“Bagaimanapun, bangsa yang mulia tidak boleh mempunyai adat atau kebiasaan mencaci-maki. Saya kira tidak baik memarahi dan menghina pemimpin di antara teman-teman. Ini bukan ajaran agama kita, bukan ajaran agama lain atau saudara dan saudari. saudara perempuan,” jelas Prabowo.
Mantan Danjen Kopassus menjelaskan, masyarakat Indonesia tidak menyukai orang yang berkata kasar. Ia meyakini masyarakat Indonesia tidak boleh saling menghina.
“Jangan membawa budaya dari mana pun. Bangsa Indonesia itu penuh dengan karakter yang baik. Semoga begitu,” kata Prabowo.
Aktivis dan pengamat politik dari Lembaga Kajian Lingkaran Sabang Merauke di Syahganda Nainggolan pun bereaksi terhadap sindiran Prabowo. Syahganda mendorong Prabowo untuk menunjukkan hidung atau orang yang bersangkutan.
Dengan begitu, menjadi jelas apakah Prabowo Subianto benar-benar ingin menindak pelaku pelanggaran atau malah membungkam demokrasi di masa depan, kata Siyahaganda dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/11/2024).
Syahganda mengingatkan, budaya demokrasi Indonesia ada dan berkembang dalam kondisi kepemimpinan nasional yang idealis. Namun, Syahganda mengatakan sebagian besar masyarakat korup dan rakus akan kekuasaan.
Syahganda mengatakan, dalam situasi seperti ini, pihak oposisi yang tumbuh selama ini, terutama di era Jokowi, melakukan gerakan-gerakan militan dan radikal untuk mengentaskan kejahatan di Tanah Air.
“Jika Prabowo ingin melenyapkan oposisi dengan cara tersebut, maka Prabowo akan terjebak dalam budaya otoriter yang muncul pada era Soekarno, Soeharto, dan Jokowi. “Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya Prabowo segera menunjukkan siapa orang-orang tersebut,” ujarnya.
Syahganda, pendiri kelompok oposisi Aliansi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), memuji Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengingatkan Prabowo beberapa hari sebelumnya agar terbuka terhadap kritik publik. Karena dengan tumbuhnya oposisi, maka masyarakat sipil akan menutupi fungsi hilangnya kontrol sosial,” tutupnya.