Prabowo Subianto: Pergeseran Orientasi Kebijakan Luar Negeri dan Strategi Diplomasi

Prabowo Subianto: Pergeseran Orientasi Kebijakan Luar Negeri dan Strategi Diplomasi

Harryanto Aryodiguno

Instruktur Hubungan Internasional

Presiden Universitas

Presiden terpilih Prabowo Subianto memulai upaya diplomasi internasional yang signifikan bahkan sebelum ia resmi menjabat. Kunjungannya ke beberapa negara, antara lain Rusia, Tiongkok, Jepang, Prancis, Serbia, dan Turki, menunjukkan keseriusan Indonesia dalam memperkuat kemitraan strategis internasional.

Kunjungan tersebut menandakan bahwa arah politik luar negeri Indonesia yang sebelumnya berorientasi ke Barat, kini lebih mengarah ke Timur. Hal ini terutama berlaku bagi negara-negara yang tidak selalu berhubungan dengan kekuatan Barat, seperti Amerika Serikat.

Dengan tidak mengunjungi negara-negara Barat, Prabowo menyatakan lebih memilih membangun hubungan dengan kekuatan Timur seperti Turki, China, dan Rusia. Strategi ini memposisikan Indonesia sebagai negara yang mengupayakan harmoni dengan memanfaatkan pengaruh bersama dengan negara-negara Timur.

Pendekatan ini juga mencerminkan upaya untuk menjajaki peluang kerja sama ekonomi baru di luar kerangka perdagangan global yang didominasi negara-negara Barat.

Kebijakan Pertahanan dan Diplomasi

Pendekatan Prabowo terhadap kebijakan pertahanan dan luar negeri menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara penguatan kemampuan militer dan mempertahankan pendekatan netral dan pragmatis di tengah tantangan geopolitik global. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menjaga keamanan nasional sekaligus menavigasi dinamika politik global secara efektif.

Selain memperkuat militer Indonesia, Prabowo tampaknya berupaya membangun kemitraan yang lebih beragam dengan memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara non-Barat.

Kunjungannya ke Tiongkok dan Rusia dapat berdampak besar pada hubungan diplomatik Indonesia dengan Amerika Serikat, mengingat perbedaan politik yang signifikan antar negara.

Namun Prabowo berupaya meningkatkan daya tawar Indonesia di kancah internasional dengan memperkuat hubungan dengan Tiongkok, Rusia, dan Turki. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap peluang ekonomi, kerja sama pertahanan (termasuk di bidang persenjataan), dan dukungan politik dari negara-negara di luar Barat.

Dampak politik dalam negeri

Perubahan arah politik luar negeri tersebut juga dipengaruhi oleh dinamika politik dalam negeri. Sebelumnya, Prabowo telah bersikap anti-Tionghoa dalam banyak pidatonya, namun belakangan ini ia menjadi lebih ramah terhadap Tiongkok dan komunitas Tionghoa di Indonesia.

Perubahan tersebut menunjukkan kemampuannya dalam menyesuaikan sikap politik berdasarkan kepentingan strategis dan lingkungan politik dalam negeri, termasuk pentingnya peran pengusaha Tiongkok dalam perekonomian Indonesia.

Indonesia telah lama menganut prinsip kebijakan luar negeri yang liberal dan aktif, namun perubahan yang terjadi kini menandakan pendekatan yang lebih pragmatis. Seperti yang terjadi pada era Sukarno, ketika Indonesia lebih dekat dengan Blok Timur, dan pada era Suharto, ketika Indonesia condong ke Barat, tampaknya Indonesia kini memilih mitra berdasarkan keunggulan strategis yang mereka miliki, bukan sekadar tertinggal. penyelarasan. . kebijakan. Pragmatisme ini kemungkinan akan terus berlanjut di bawah kepemimpinan Prabowo.

Diplomasi dan Strategi Non-Blok

Meski ada kemungkinan perubahan arah, platform Prabowo-Gibran tetap mendukung kebijakan “tetangga baik” yang berakar pada prinsip non-intervensi. Hal ini sejalan dengan prinsip kebijakan aktif non-blok Indonesia yang dipertahankan sejak Perang Dingin.

Pendekatan ini memungkinkan Indonesia untuk tetap netral di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama di kawasan Asia Tenggara yang kompleks. Namun netralitas ini bukan berarti pasif. Prabowo menyadari pentingnya menjaga hubungan strategis dengan negara-negara besar dunia, termasuk Tiongkok, Rusia, dan Amerika Serikat.

Dalam menghadapi konflik regional, termasuk krisis Myanmar dan ketegangan di Laut Cina Selatan, Prabowo berupaya menjaga fleksibilitas diplomasi Indonesia dengan menggabungkan kesiapan militer dan diplomasi yang cermat. Pendekatan ini menyoroti upayanya menyeimbangkan kepentingan nasional dengan partisipasi Indonesia di kancah internasional.

Konteks Geopolitik Asia Tenggara

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam lingkungan geopolitik Asia Tenggara yang dinamis. Prabowo berkomitmen untuk memperkuat militer Indonesia untuk memastikan Indonesia memiliki daya tawar yang cukup untuk melindungi kepentingannya tanpa terlibat langsung dalam konflik antar negara besar.

Prabowo mempertahankan sikap netral dan tidak memihak, namun juga menyatakan pandangan yang kuat mengenai isu-isu moral seperti dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Meskipun sikap ini dapat mempersulit hubungan Indonesia dengan negara-negara pendukung Israel, hal ini mencerminkan kemampuan Indonesia untuk menyeimbangkan kebijakan luar negeri yang netral dengan sikap yang berprinsip terhadap isu-isu global.

Padahal, pendekatan ganda penguatan kekuatan militer sekaligus menjalin hubungan diplomatik sejalan dengan konsep lindung nilai strategis. Strategi ini memungkinkan Indonesia untuk menavigasi persaingan kekuatan global dan melindungi kepentingan nasionalnya sambil menghindari aliansi penuh dengan blok mana pun.

Upaya Prabowo untuk membangun hubungan dengan kekuatan Timur dan Barat mencerminkan strategi memposisikan Indonesia sebagai aktor yang fleksibel dan netral dalam geopolitik global.

Hubungan dengan Tiongkok: Model Suharto atau Model Jokowi?

Sepanjang sejarah Indonesia, hubungannya dengan Tiongkok selalu unik. Di satu sisi, kata ‘China’ dan ‘China’ kerap digunakan dalam kampanye negatif pada masa pemilu. Tiongkok dan komunitas Tionghoa sering digambarkan sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia.

Itu sebabnya, setiap ada pemilu, ada saja calon yang menyerang lawannya dengan menuduh lawannya pro kekuatan asing atau pro-Asaeng (istilah yang digunakan untuk mendukung komunitas Tionghoa atau Tionghoa Indonesia). Namun ironisnya, setelah terpilih, para pemimpin tersebut justru cenderung lebih dekat dengan Tiongkok dan masyarakat Tiongkok.

Hal ini didasarkan pada keprihatinan praktis. Tiongkok merupakan negara besar dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Dalam waktu singkat, perkembangan Tiongkok telah melampaui Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara lain. Karena Tiongkok juga berhasil mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya di berbagai bidang, Tiongkok menjadi mitra penting dan patut menjadi contoh.

Di sisi lain, komunitas Tionghoa Indonesia dinilai sebagai kelompok yang cenderung patuh pada kebijakan pemerintah dan jarang melakukan tindakan oposisi. Karena pengaruh ekonomi yang dimiliki sebagian besar komunitas ini, siapa pun yang memimpin Indonesia selalu mendekati mereka.

Oleh karena itu, fakta bahwa Prabowo memilih China sebagai negara pertama yang ia kunjungi setelah terpilih menjadi presiden menunjukkan keseriusannya dalam mempererat hubungan kedua negara.

Langkah ini memberikan pesan positif kepada para penggemarnya dan dunia internasional bahwa Tiongkok akan menjadi mitra yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia di masa depan. Perdana Menteri Prabowo juga menyampaikan terima kasih kepada Tiongkok atas dukungannya terhadap Indonesia selama ini dan kembali menegaskan bahwa Tiongkok adalah “teman dekat” Indonesia.

Prabowo menilai hubungan Indonesia dan Tiongkok saat ini ditandai dengan semakin dalamnya kepercayaan politik dan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Di bawah kepemimpinannya, hubungan ini diharapkan semakin menguat dan berkembang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *