JAKARTA – Ipda Rudi Soik yang bertugas di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dipecat karena melanggar kode etik profesi kepolisian. Sayangnya, ia dipecat setelah mengungkap praktik mafia BBM.
Kejadian bermula saat Rudy dan timnya menangkap Ahmed, seorang pembeli solar bersubsidi yang menggunakan barcode penangkapan ikan palsu bernama Law Agwan. Ahmed mengirimkan BBM ke rumahnya di Alghazal.
Berdasarkan keterangan Alghazli, ia bekerja sama dengan Satuan Kriminal Khusus Polda NTT dan membayarkan uang sebesar 1.000 GEL kepada Kepala Divisi Tipidtar. Anehnya, Polda NTT justru memecat Rudy karena dinilai melanggar kode etik.
Peristiwa tersebut memicu intervensi Mabes Polri. Komisaris Robert A. Kepala Satuan Propam Polda NTT Sormin mengatakan, dari hasil sidang kode etik diketahui anggotanya, EPDA Rudi Soike, pernah beberapa kali dikenai sanksi, termasuk pidana.
Robert juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menganggap penembakan itu karena tindakan sewenang-wenang polisi.
Profil Ipda Rudy Soik
Rudy, 41 tahun, sudah lama bertugas di Polda NTT, namun kini terpaksa mengundurkan diri dari kepolisian.
Berdasarkan pemberitaan khusus Satpol PP, Rudy diduga memasang garis polisi pada drum dan botol kosong di dua lokasi berbeda.
Temuan Subbidwabprof Bidpropam Polda NTT Hasil audit menilai ada ketidakprofesionalan dalam pengusutan BBM bersubsidi. Rudd dan anggota lainnya tidak menangani unit yang sesuai dan tidak mengikuti prosedur operasi standar.
Rudy diketahui merupakan Kepala Urusan Pengembangan Operasi (KBO) Satuan Reserse Kriminal Polres Nusa Tenggara Timur (NTT) Kupang.
Petugas polisi kelas II inspektur tersebut berencana mengajukan banding atas pemecatan kontroversial tersebut.
Saya akan ikuti mekanisme yang ada. Saya akan lawan dengan jalur hukum yaitu banding dan peninjauan kembali (PK), kata Rudy.
Dia memeriksa Ahmed di pengadilan dan menemukan bahwa Ahmed tidak memiliki barcode di namanya. Selain itu, Alagazli juga mengakui solar bersubsidi yang disimpannya dan diserahkan ke Ditcrimsus Polda NTT adalah ilegal.