KUPANG – Kebebasan ekonomi menjadi salah satu tujuan mendasar yang harus dicapai pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Saat ini tantangan yang dihadapi sangat besar, terutama dalam hal pengentasan kemiskinan.
Hal tersebut dijelaskan Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang, Zainur Wula, saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Korupsi Penyelenggara Negara: Tata Kelola Ekonomi yang Dilakukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu 17 Oktober 2024.
“Kemajuan yang dicapai pemerintah sudah bagus, namun berdasarkan data, kemiskinan masih perlu diatasi,” kata Zainur, Jumat (18/10/2024).
Zainur menyoroti meski Indonesia memiliki banyak sumber daya alam, namun kemiskinan justru semakin meningkat. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah sistem imigrasi yang lebih terstruktur, dengan dukungan pemerintah dalam penyediaan lahan dan infrastruktur.
“Masyarakat menginginkan imigrasi asalkan pemerintah menjamin tanah dan infrastrukturnya,” tegasnya.
Zainur menekankan pentingnya efisiensi anggaran, seperti memotong dana kesejahteraan sosial yang besar dan mengalihkannya ke program yang lebih berkelanjutan, seperti mendukung sektor pertanian.
Di bidang kemerdekaan pangan, Zainur berpesan agar sektor pertanian diperbaiki dan diperbaiki agar hasil produksinya bisa meningkat dan semakin tinggi.
Guru Besar Teknik Agroindustri Universitas Gadjah Mada (UGM) Mochammad Maksum mengaitkan persoalan kemandirian finansial dengan aspek spiritual dan moral. Menurutnya, yang terjadi saat ini di Indonesia adalah korupsi serius yang menghancurkan peluang ekonomi masyarakat miskin.
“Apa yang terjadi tidak hanya memberi makan masyarakat miskin, tapi juga menghambat peluang ekonomi masyarakat miskin,” katanya.
Menurut dia, reformasi UUD 1945 tentang kedaulatan ekonomi dilakukan sehingga orientasi kebijakan lebih mengikuti kepentingan pemimpin politik dibandingkan kepentingan rakyat.
Maksum juga menunjukkan kemandirian ekonomi dengan meningkatkan posisi asing dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Ia mengatakan, UU Cipta Kerja misalnya, sangat investasi asing dan mengurangi monopoli pangan.
“UU Cipta Kerja penuh inkonsistensi, banyak persoalan pangan dan pertanian yang simpang siur,” tegasnya.
Menurut dia, salah satu contoh yang paling mencolok adalah undang-undang impor pangan yang dilonggarkan pemerintah sehingga merugikan petani lokal.
“Impor sekarang sangat mudah,” ujarnya seraya menyerukan restrukturisasi kebijakan untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan kemandirian pangan.