Boilali – Ratusan peternak dan produsen susu sapi segar menggelar aksi protes sengit pada Sabtu (11/9/2024) di Boilali, Jawa Tengah. Mereka frustrasi karena susu sapi mereka tidak bisa dijual karena adanya pembatasan jumlah yang diterima oleh industri pengolahan susu. Dalam operasi tersebut, para penggembala mandi susu dan membuang sekitar 50 ton susu sapi segar ke tempat pembuangan sampah (TPA).
Acara dimulai di Monumen Susu Rebus, peserta membawa puluhan truk berisi susu sapi segar. Mereka memasang spanduk dan mandi susu dan memulai demonstrasi. Bahkan ada pula peserta yang naik ke dalam tabung besar yang biasa digunakan untuk menampung susu dan menuangkan susu ke tubuhnya sebagai bentuk protes.
Selain mandi susu, para petani dan penggembala juga membagikan susu sapi segar gratis kepada tetangga dan pengguna jalan yang melewati monumen. Langkah tersebut merupakan simbol kekesalan para peternak terhadap kebijakan pembatasan kuota asupan susu yang diterapkan industri pengolahan susu mulai September 2024. Larangan tersebut membuat susu yang mereka hasilkan sulit dijual, sekaligus memusnahkan banyak hewan ternak.
“Kami merugi sejak September lalu. Susu kami tidak diterima industri pengolahan susu. Kuota terbatas. Akibatnya kami harus membuang susu yang sudah susah payah kami produksi,” kata Dono , salah satu produsen susu yang terlibat dalam operasi tersebut
Usai aksi di Tumpahan Susu, konvoi kendaraan pengangkut susu sapi menuju tempat pembuangan akhir (TPA) di kawasan Winong. Para pengunjuk rasa terus mandi susu dengan melemparkan susu ke jalan. Terakhir, 50 ton susu dibuang ke tempat sampah pada acara yang sarat simbol ketidakpuasan tersebut.
Tindakan ini kami lakukan menentang kebijakan terbatasnya kuota penyerapan susu pada industri pengolahan susu. Kami menilai kebijakan ini sangat merugikan peternak lokal, padahal impor susu dari luar negeri tidak dibatasi. Sriyono, koordinator aksi yang turut serta dalam demonstrasi tersebut
Ironisnya, selama ini Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 20% kebutuhan susu dalam negeri, sedangkan 80% sisanya bergantung pada impor. Para peternak dan produsen susu lokal merasa kebijakan pembatasan kuota penyerapan justru memperburuk keadaan mereka, karena pasokan susu lokal yang berlimpah tidak dapat diserap oleh industri, sementara impor susu terus berjalan tanpa hambatan.
Para peternak berharap pemerintah dan industri pengolahan susu lebih memperhatikan produksi susu lokal dan mencari solusi cerdas untuk mengatasi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan di pasar dalam negeri.
Dengan kerugian sejak September lalu, langkah tersebut menjadi puncak rasa frustasi para peternak susu Boilali yang merasa diabaikan oleh pemerintah dan industri pengolahan susu yang terus membatasi penyerapan susu lokal. Para peternak berharap tindakan ini dapat membuka mata banyak pihak terhadap penderitaan mereka dan mendorong perubahan kebijakan yang lebih bersifat lokal.