JAKARTA – Mantan pimpinan aksi dan advokasi PIJAR era 1990-an yang kini menjadi Gerakan Media Sosial, Agusto Sulistio, menilai Pramono Anung mumpuni memimpin Jakarta karena memiliki jiwa dinamis. Menurutnya, Jakarta membutuhkan pemimpin yang juga memiliki rekam jejak sebagai sebuah gerakan.
Ia mengomentari kemunculan calon gubernur Jakarta nomor urut 3 pada debat pertama Pilkada Jakarta 2024. “Pramono seolah menyampaikan idenya secara langsung, mengejutkan penonton dengan ide konkrit bagaimana membangun Jakarta,” kata Agusto, dikutip. Minggu (13/10/2024).
Ia menilai Pramono tidak hanya harus dilihat sebagai politisi, tapi juga pekerja lapangan yang paham administrasi. Ia juga mengutip catatan Manuel Kaisiepo bahwa Mas Pram adalah politisi yang mengedepankan persatuan sekaligus administrator yang baik.
Menurut Agusto, debat tahap pertama Pilkada Jakarta malam itu didominasi oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3 Pramono Anung dan Rano Karno atau Si Doel. Hal ini terkonfirmasi dari hasil jajak pendapat Kompas dan iNews, dimana 46% dan 64% responden memberikan dukungannya, kata Agusto.
Menurut Agusto, bagi yang mengenal Pram, hal tersebut bukanlah hal yang mengherankan. Latar belakangnya sebagai aktivis mahasiswa dan ketua eksekutif pertama ITB merupakan aset kuat yang membawanya dalam perjalanan panjang dalam politik global.
Agusto mengatakan Pram, mahasiswa Teknik Pertambangan ITB angkatan 1982, merupakan bagian dari generasi yang masih merasakan dampak dari bubarnya Dewan Mahasiswa (DM) ITB pada tahun 1978. Meski DM sempat dibubarkan saat itu. Semangat gerakan mahasiswa tidak pernah padam.
Fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk ITB, masih menjadi tempat perlawanan. Saat itu, para pimpinan serikat pekerja ITB bersatu membentuk Komite Pembela Mahasiswa (KPM) yang fokus utamanya mengadvokasi tokoh-tokoh mahasiswa yang ditangkap oleh sistem Orde Baru.
Pada tahun 1985, kata Agusto, ITB menyaksikan aksi besar-besaran mahasiswa menentang aksi unjuk rasa mobil yang dianggap terlalu memakan subsidi BBM. Demonstrasi ini diadakan setiap minggu di kota-kota besar seperti Medan, Jakarta dan Surabaya, bahkan di peternakan di Sumatera dan Kalimantan.
Aksi protes saat itu menyebabkan Ketua KPM Dedy Triawan memecat Ketua ITB Hariadi Supangkat karena tekanan yang kuat. Namun tekanan pihak kampus dan sistem baru tidak berhasil meredam semangat kritis para mahasiswa. Pemecatan ini justru menimbulkan protes massal saat kunjungan Presiden Perancis Francois Mitterrand ke ITB pada September 1986, kata dia. Agustus.
Kunjungan Mitterrand ke ITB saat itu tidak disambut dengan karangan bunga atau musik angklung. Sebaliknya, para siswa menampilkan simbol teatrikal: mereka memotong bebek yang berbohong, menunjukkan “bunuh diri kelas”.
Ide ini muncul dari perbincangan para aktivis, salah satunya Pram, yang mengusulkan agar lambang ayam (yang diasosiasikan dengan Perancis) diganti dengan bebek. Pesan moral dari aksi itu jelas: mahasiswa berbuat. Jangan taruh bebek-bebek itu dan hargai hanya saat produktif,” ujarnya.
Ia percaya bahwa institusi harus menghasilkan pemimpin masa depan, bukan hanya pekerja. Usai langkah tersebut, Rektor ITB diajak bertemu dengan Presiden Soeharto Bina Graha. Sebelum pertemuan tersebut, Soeharto mendapat nasehat dari Mitterrand agar fokus pada mahasiswa sebagai pemimpin masa depan negara.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto berpesan kepada perdana menteri untuk tidak terlalu keras terhadap mahasiswa sehingga memudahkan pergerakan mahasiswa di ITB. “Menyikapi perubahan tersebut, Ketua Forum Organisasi Departemen (FKHJ) sepakat untuk membentuk Panitia Kerja yang berfungsi sebagaimana eks Panitia Mahasiswa,” ujarnya.
Setelah itu, kata dia, ada pemilihan ketua panitia. Lanjutnya, pada pemilu demokratis pertama sejak DM diberhentikan, Pramono Anung terpilih menjadi Ketua Operasi ITB yang pertama, membuktikan kemampuannya dalam berorganisasi dan memimpin.
Melihat prestasi Pram di masa lalu, tak ayal Jakarta membutuhkan pemimpin yang berjiwa dinamis seperti beliau. Pemimpin yang tidak hanya paham birokrasi, tapi mampu mengurus Jakarta dengan semangat bergerak. Selamat, Pram. Anda layak memimpin Jakarta,” pungkas Agusto.