Jakarta bukan hukum jaksa penuntut. 2021, hlm. Ini karena ulasan dianggap melemahkan sistem hukum Indonesia.
Profesor teater dilaporkan dalam dialog publik yang disebut Jaksa Penuntut dan Kekuasaan yang luar biasa. QDRI Blindness ISDB, Fakultas Syariah, Fakultas Hukum, Uin Valono, Semarang, Semarang, 5 Februari 2055.
Dalam diskusi tersebut, para ahli hukum menerbitkan serangkaian artikel, yang dianggap melemahkan sistem hukum Indonesia. Acara yang diprakarsai oleh Fakultas Negara Fakultas Fakultas Fakultas (Dewan Dem DeMatillatary), dan kemudian sebagian besar dari 50 orang diinisiasi oleh lebih dari 50 peserta.
Membaca: juga: Plus minus 100 hari plabovo-gibran
Tiga pasangan utama, Ketua Komite Yudisial, serta Ketua Komite Yudisial, serta Ketua Komite Yudisial, serta Komisi dan Praktik Politik dan Politik. Diskusi, Mahasiswa Keadilan, ditunjukkan kepada Uin Valonison.
Salah satu masalah utama tentang pertimbangan jaksa penuntut tidak seimbang dengan mekanisme kontrak yang ketat dari jaksa penuntut. Profil dalam presentasinya. Ahmad Gusaro memperingatkan bahwa kritik ini dapat menimbulkan ancaman serius bagi sistem hukum Indonesia.
“Masalah terbesar kantor kejaksaan tidak sepenuhnya dibangun. Kantor hukum dan jaksa adalah sarana untuk mendistribusikan kekuasaan,” katanya, Kamis (6/2/2025).
Ahmad Gusaro, serta untuk menekankan kritik ini, harus ditujukan untuk memperkuat integritas kelembagaan jaksa penuntut untuk menekankan.
“Beberapa artikel jaksa penuntut dapat melemahkan sistem hukum Indonesia. Mekanisme pengawasan membuka penyalahgunaan kekuasaan,” katanya.
Dia juga mengkritik kelemahan pengawasan jaksa penuntut, yang juga dianggap formalitas. “Hanya ada kurangnya kurangnya operasi kantor jaksa penuntut. Kantor Kantor Kejaksaan adalah kemungkinan kontrol kekuasaan yang efektif,” katanya.
Diketahui bahwa tidak ada hukum. Hukum jaksa penuntut dipertimbangkan 11 2021. Namun, beberapa benar -benar menimbulkan kontradiksi, terutama pada investigasi, termasuk Kantor Investigasi dan Kejaksaan.
Aspek yang bertentangan adalah menyediakan senjata api untuk jaksa penuntut rumah. Kebijakan ini dianggap berisiko penyalahgunaan kekuasaan, terutama jika tidak disertai dengan kontrol yang parah.
Selain itu, perluasan kekuasaan Kantor Kejaksaan takut untuk mengubah prinsip kontrol dan keseimbangan, yang hanya harus menjadi alasan utama dalam sistem hukum.
Perubahan ini dianggap sebagai hambatan bagi lembaga penegak hukum jika tidak seimbang dengan sistem kontrol independen dan publik.
Para pembicara sepakat bahwa tinjauan ini, terutama Kantor Kejaksaan untuk membatasi ketidakmungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Diskusi ini menyimpulkan bahwa pertimbangan jaksa penuntut tidak boleh fokus pada penguatan kekuasaan kantor jaksa penuntut, tetapi juga harus memberikan mekanisme kontrol yang efektif dan transparan.
Jika tidak ada komentar tambahan, Kantor Kejaksaan, yang mendefinisikan batasan pemerintah dan kontrol, akan menjadi lembaga yang sangat kuat, yang dapat membahayakan kemerdekaan hukum.
Penting untuk berpartisipasi dalam partisipasi publik, karena menjadi langkah maju untuk meningkatkan peraturan. Jika tidak, melemahkan sistem hukum, melemahkan sistem hukum, mengungkapkan kekurangan kekuasaan.