Rieke Diah Pitaloka Adukan Kasus Mirip Vina Cirebon ke Komisi III DPR

Rieke Diah Pitaloka Adukan Kasus Mirip Vina Cirebon ke Komisi III DPR

JAKARTA – Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka melayangkan pengaduan ke Panitia III DPR RI terkait penangkapan ilegal serupa kasus “Vina Cirebon” di Tasimalaya, Jawa Barat.

Dia menduga polisi Daheng bersalah atas dugaan pengeroyokan.

Rieke mengatakan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komite Ketiga DPR di Jakarta, Selasa (21 Januari 2025), “Kasus kuat yang melibatkan kekerasan terhadap anak.”

Sementara itu, Nunu Mujahiddin, pengacara yang terlibat dalam penangkapan tak disengaja terhadap seorang anak, menjelaskan kasus tersebut bermula dari peristiwa pengeroyokan yang terjadi di Daheng pada 17 November 2024.

Polisi mengeluarkan surat perintah kejadian (Sprindik) dan menangkap 10 orang. Salah satunya ditetapkan sebagai tersangka. Empat diantaranya merupakan anak-anak dan sisanya merupakan saksi.

“Saat penangkapan, penyidik ​​hanya memeriksa dua orang korban yang menyatakan tidak mengetahuinya,” kata Nunu. “Pelaku datang dan polisi menangkap anak tersebut tanpa bukti yang cukup dan saat ini sedang menjalani proses persidangan.”

Anak-anak yang ditangkap itu diperiksa tanpa kuasa hukum, orang tua, atau lembaga pendidikan masyarakat (Bapas) yang mendampingi saat diperiksa polisi, kata Nunu.

“Jadi orang tuanya ada di sana dan dua hari kemudian penasihat hukumnya ada di sana dan sang bapak menjelaskan bahwa dia menanyakan kepada anak-anak apakah BAP itu asli lalu menandatanganinya.”

Ia menambahkan: “Sesuai peraturan, orang tua dan pelatih akan melakukan penyelidikan. Itu tidak dilakukan oleh polisi Ta Heng.

Tak hanya itu, kata Nunu, orang tua juga belum mendapat pemberitahuan mengenai bantuan hukum terhadap anaknya. Bahkan, Nuno menyebut anak yang ditangkap mengaku tidak hadir di lokasi kejadian saat pengeroyokan terjadi.

“Anak-anak tidak hadir pada sidang kemarin,” ujarnya.

Oleh karena itu, kuat dugaan penangkapan palsu ini terkonfirmasi dalam sidang kemarin. Persoalannya adalah alat bukti persidangan yang semuanya tidak terkait dengan pelanggaran tersebut, seperti dua buah helm sepeda motor, tiga buah helm, dan sebuah kaos oblong. -Kaos yang diambil semua “dua hari setelah BAP dan tanpa alat bantu potong, tidak akan muncul di perkara,” kata Noonu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPR RI ke-3 Habiburokhman pun menyinggung kemungkinan pemanggilan Kapolres Tasman untuk meminta penjelasan atas penangkapan ilegal tersebut.

Meski tidak bisa ikut campur dalam proses peradilan, ia mengatakan Kongo mempunyai hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan dalam kasus tersebut. Dilihat dari keterangan pengacara dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus ini sangat meragukan.

Pak Habibrochman berkata: “Ini rekomendasi pihak ketiga DPR ya? Mendorong penahanan sampai selesai? Kita lihat saja nanti.”

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *