JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin mengimbau warga Rusia tidak panik saat nilai tukar rubel anjlok ke level terendah dalam dua tahun. Namun, para analis khawatir dengan situasi ini.
Situasi terkendali dan sama sekali tidak ada alasan untuk panik, kata Putin, demikian laporan RIA Novosti dilansir Business Insider, Sabtu (30/11/2024).
Menurut Putin, penurunan rubel tidak hanya disebabkan oleh inflasi, tetapi juga dengan faktor lain, seperti pembayaran anggaran, fluktuasi harga minyak, dan indikator musiman.
Mata uang Rusia diperdagangkan pada 114 rubel per dolar AS pada hari Rabu, level terendah sejak Maret 2022, tak lama setelah invasi ke Ukraina dimulai. Pada awal Agustus, nilai tukarnya berada di kisaran 84 rubel terhadap dolar AS, yang berarti mata uang tersebut telah terdepresiasi sebesar 36% dalam waktu kurang dari empat bulan. Sementara itu, pada hari Jumat, 1 dolar AS bernilai sekitar 108 rubel.
Bank Sentral Rusia mengambil tindakan untuk mendukung jatuhnya rubel. Bank sentral menunda pembelian mata uang asing di pasar domestik hingga akhir tahun untuk mengurangi volatilitas.
Penurunan terbaru rubel terjadi setelah AS menjatuhkan sanksi terhadap Gazprombank, salah satu pemberi pinjaman terbesar Rusia. AS membatasi kemampuan bank-bank ini untuk mengakses pasar keuangan global dan melakukan pembayaran energi.
Rusia juga menembakkan rudal hipersonik ke Ukraina pekan lalu, setelah musuh-musuhnya menembakkan rudal ke sasaran di wilayah Rusia untuk pertama kalinya. Peningkatan ini telah menimbulkan kekhawatiran akan kemerosotan ekonomi lebih lanjut.
Melemahnya rubel bermanfaat bagi eksportir Rusia karena barang mereka menjadi lebih kompetitif di pasar dunia. Namun, hal ini juga mengancam percepatan inflasi dengan menaikkan biaya impor, sehingga pengecer tidak punya pilihan selain menaikkan harga. Inflasi yang terus-menerus mendorong bank sentral Rusia menaikkan suku bunga utama menjadi 21%, level tertinggi sejak tahun 2003.
Perekonomian Rusia terpukul oleh sanksi-sanksi Barat yang diberlakukan setelah invasi Putin ke Ukraina, dan pendapatan energi turun hampir seperempat tahun lalu. Negara-negara lain, seperti India, malah membeli minyak Rusia, sehingga mengurangi dampak pembatasan harga dan sanksi lainnya.