JAKARTA – Kebijakan kemasan rokok polos dan tidak bermerek yang ditinjau oleh Kementerian Kesehatan (RPMK) menimbulkan banyak perdebatan di kalangan industri tembakau dan petani di seluruh Indonesia.
Di tengah banjir kritik tersebut, Dewan Pimpinan Daerah Barat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI), Nana Suryana, menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan tersebut.
“Kami menolak sepenuhnya konsep ini. Pemerintah ingin ikut serta dalam penerapan aturan ini, namun sayangnya kebijakan ini akan merugikan petani tembakau. Dampak negatifnya akan terasa sepanjang tahun jika pemerintah terus mengikuti aturan ini,” ujarnya. . ujarnya, Kamis (10/10/2024).
Salah satu poin utama penolakan tersebut adalah kekhawatiran kebijakan ini akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri tembakau nasional. Nana Suryana menjelaskan, penerapan kemasan rokok tidak bermerek akan merugikan petani tembakau karena harga tembakau akan naik turun dan naik turun, tergantung permintaan rokok yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
“Kerugian akan terus berlanjut sepanjang tahun jika pemerintah memaksakan undang-undang ini,” tambahnya.
Ia pun membenarkan, bahkan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, selalu mengedepankan narasi agar petani tembakau dan cengkeh bisa beralih ke tanaman lain, jika benar demikian. bukan. mudah seperti yang diharapkan.
“Petani tembakau tidak hanya beralih ke tanaman lain jika produknya tidak sebanding dengan tembakau, namun tetap memilih tanaman yang memberikan pendapatan lebih baik,” ujarnya.
Selain itu, ia menambahkan kesejahteraan petani tembakau sangat baik. Namun fakta tersebut seringkali diubah dan diabaikan dalam narasi pemberantasan tembakau yang diusung Kementerian Kesehatan dan lembaga kesehatan non-pemerintah. “Mengatakan petani tembakau tidak maju hanyalah alasan biasa. Dibandingkan komoditas lain, kesehatan petani tembakau jauh lebih baik,” kata Suryana.
Kebijakan kemasan rokok yang tidak berlabel menimbulkan permasalahan
Senada, Presiden APTI Rembang, Akhmad Sayuti, menyatakan penolakannya terhadap kebijakan kemasan rokok sederhana. Menurut dia, kebijakan tersebut tidak hanya merugikan petani tembakau, tetapi juga dapat menimbulkan ketidakpastian di pasar tembakau yang berdampak pada harga tembakau yang diterima petani.
“Aturan ini sangat berbahaya bagi petani tembakau. Produsen yang membeli tembakau dengan harga yang tidak sesuai dengan kualitas dan kualitas tembakaunya akan bingung jika kemasannya sederhana.
Sayuti juga menyatakan kekhawatirannya bahwa peraturan tersebut dapat menyebabkan peningkatan peredaran produk tembakau ilegal, sehingga semakin merugikan industri tembakau tanah air.
“Kami prihatin dengan banyaknya produk rokok tidak bermerek, kualitas tembakau yang tidak jelas sehingga akan merugikan pasar tembakau legal,” ujarnya.
Dari sisi sosial dan ekonomi, Sayuti menegaskan aturan ini dapat merugikan sektor pertanian tembakau yang selama ini menjadi sumber pendapatan banyak petani di Rembang dan Jawa Tengah.
“Jika industri tembakau terdampak, otomatis pembelian tembakau dari petani akan berkurang. Hal ini berdampak langsung pada kesehatan petani tembakau. Di Rembang, banyak petani yang bergantung pada tembakau, terutama di musim panas, saat tembakau paling bermanfaat. komoditas,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan narasi bahwa petani tembakau dan cengkeh tidak mengalami kemajuan. Menurutnya, hal tersebut salah besar karena di banyak daerah, termasuk Rembang, tembakau disebut sebagai “emas hijau” karena memberikan banyak keuntungan bagi petani.
“Kami bertanya-tanya mengapa petani tembakau selalu dikucilkan.” Padahal, keterlibatan produk tembakau (CHT) di dalam negeri sangat besar, bahkan di bidang kesehatan. Mereka melarang rokok, tapi menerima pajak. kita,” kata Sayuti.