JAKARTA – Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah melemah 215 poin atau 1,34% menjadi Rp 16.312 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menguat. Hal ini juga konsisten dengan sensitivitas global dan lokal.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal, yakni pemotongan suku bunga acuan The Federal Reserve (bank sentral AS/The Fed) yang sudah lama ditunggu-tunggu sebesar 25 basis poin. Ekspektasi pada kisaran 4,25% hingga 4,50% juga mengindikasikan bahwa siklus pengetatan kebijakan moneter akan melambat.
“Para pejabat telah mengindikasikan bahwa mereka kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga di masa depan, mengingat pasar tenaga kerja dan inflasi yang stabil,” tulis Ibrahim dalam surveinya, Kamis (19/12/2024).
Pelemahan nilai tukar rubel juga terlihat pada data JISDOR Bank Indonesia, dimana rupiah hari ini melemah ke Rp 16.277. Mata uang Garuda terus melemah terhadap dolar AS setelah kemarin mencapai Rp 16.100 per dolar AS.
Menurut Ibrahim, suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi lebih lama setelah pemotongan pada hari Rabu. Pasar telah mengesampingkan pemadaman listrik pada bulan Januari dan sekarang memperkirakan hanya dua pemadaman listrik lagi pada tahun 2025, dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya yaitu empat pemadaman listrik.
Sebelumnya, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pemotongan lebih lanjut bergantung pada kemajuan dalam menahan inflasi yang terus-menerus dan mencerminkan bahwa para pembuat kebijakan sedang melakukan penyesuaian terhadap potensi perubahan ekonomi di bawah pemerintahan baru Donald Trump.
Selain itu, BOJ mempertahankan suku bunga tidak berubah dan mengisyaratkan kehati-hatian yang lebih besar mengenai prospek ekonomi Jepang dan arah inflasi. Bank sentral memperkirakan inflasi akan meningkat pada tahun 2025 dan tetap mendekati target tahunan 2%.
Langkah BOJ mengecewakan beberapa investor yang mengharapkan kenaikan suku bunga pada bulan Desember; Namun, ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap stabil dalam jangka pendek akan berdampak baik bagi saham Jepang. Yen melemah setelah keputusan BOJ, yang juga menguntungkan sektor berorientasi ekspor.
Melihat opini masyarakat dalam negeri, pemberian berbagai insentif saja tidak cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN hingga 12%.
Permasalahan yang muncul saat ini di sektor tersebut adalah menurunnya permintaan akibat semakin menipisnya kelas menengah yang merupakan mesin konsumsi dalam negeri. Apalagi, jangka waktu insentifnya sangat singkat, misalnya hanya dua bulan untuk diskon listrik 50 persen.
Insentif yang diberikan kepada industri padat karya diperkirakan belum cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN. Pasalnya, banyak sektor industri seperti industri tekstil dan industri sepatu yang mengalami resesi.
“Meski negara memberikan insentif khusus pada sektor padat karya, namun lemahnya daya beli masyarakat membuat pemberian insentif tersebut berdampak kecil. Jika situasi ini tidak ditangani dengan hati-hati, kenaikan PPN berpotensi memicu pemecatan. ” kata Ibrahim.
Tidak hanya insentif yang diperlukan, namun juga kebijakan yang dapat melindungi produk dalam negeri agar permintaan tidak semakin menurun. Berdasarkan penelusurannya, harga banyak produk impor dari China hanya separuh atau bahkan kurang dari separuh harga produk dalam negeri.
Oleh karena itu saya meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap produk impor legal dan ilegal, terutama dari China, agar produk dalam negeri bisa bersaing.
Berdasarkan data di atas, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif pada esok hari, namun mendekati pelemahan pada kisaran Rp16.300 – Rp16.370 per dolar AS.