JAKARTA – Program magang di Jepang membantu mengurangi pengangguran di Indonesia. Orang yang berminat magang di Negeri Sakura membutuhkan pengetahuan bahasa Jepang yang baik.
Direktur Jenderal Pelatihan Kejuruan dan Pengembangan Produktivitas (Binalavotas) Kementerian Ketenagakerjaan Agung Nur Rohmat mengatakan calon peserta magang harus memiliki sertifikat bahasa Jepang minimal N5.
Oleh karena itu, beberapa persyaratan magang di Jepang setidaknya memerlukan kompetensi teknis yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi, ujarnya di sela-sela rapat kerja nasional Asosiasi Penyelenggara Magang Luar Negeri (AP2LN) di Jakarta, dikutip Selasa (12 / 10). /2024).
Sebelum keberangkatan, calon pekerja magang juga perlu mengikuti kursus pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis dan belajar tentang budaya Jepang. Persiapan untuk memenuhi standar ini memerlukan waktu kurang lebih 3-4 bulan.
Keterampilan ini sangat penting, katanya, karena banyak peserta magang yang akan bekerja di sektor manufaktur, manufaktur, pertanian, peternakan, perhotelan, dan pariwisata.
Ia menjelaskan, pekerja magang di Jepang tidak menerima gaji, melainkan uang saku. Pada tahun pertama, rata-rata kompensasinya adalah 100.000 yen atau sekitar Rp 10 juta. Jumlah ini meningkat setiap tahun, sebesar 10.000 yen per tahun.
Ia mengatakan, program magang di Jepang memberikan kesempatan bagi lulusannya untuk berkembang lebih jauh, baik sebagai wirausaha, manajer di perusahaan Jepang, hingga pekerja migran bersertifikat.
“Lulusan juga sedang mengerjakan monorel DKI. Ada pula yang memiliki sawah luas dan membuka usaha sendiri. Ada juga yang melanjutkan ke universitas. Tentu kita serahkan pada mereka (kesempatan kerja setelah lulus). Banyak orang yang berhasil dan itu bagus,” imbuhnya.
Agung menambahkan, program pemagangan Jepang tidak hanya memberikan pengalaman kerja, namun juga merupakan investasi jangka panjang yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang lebih terampil dan berdaya saing global.
Dengan jumlah peserta magang yang berjumlah 80.000 hingga 90.000 orang, Jepang menaruh kepercayaan besar pada Indonesia karena melihat potensi besar pada pelajar Indonesia.
Ia mengatakan para peserta pelatihan Indonesia mendapat respon positif dari Jepang. Mereka dikenal disiplin, sopan santun, dan etos kerja yang tinggi. Pendekatan ini menjadi salah satu alasan mengapa Jepang terus meningkatkan jumlah peserta pelatihan asal Indonesia.
“Orang Indonesia pekerja keras, tidak mudah mengeluh dan mempunyai budi pekerti yang baik. “Dibandingkan negara lain, pendekatan ini memiliki nilai tambah,” ujarnya.
Ketua Umum AP2LN Firman Budiyanto menambahkan, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada peserta pelatihan Indonesia yang menuju ke Jepang.
Menurut Budi, untuk bisa magang di Jepang, tidak cukup menguasai bahasa saja, tapi juga memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menguasai bidang yang ingin dikembangkan.
“Kami bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja – BLK – untuk peserta magang yang profesional,” ujarnya.
Budi menambahkan, pihak asosiasi juga melakukan pengawasan terhadap pekerja magang. Hal ini untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pemagangan di Jepang.