JAKARTA – Dua peristiwa penembakan yang dilakukan polisi terus menyita perhatian. Setara menilai permasalahan kesehatan jiwa patut menjadi perhatian pimpinan Polri.
Diketahui, ada dua kali penembakan yang dilakukan polisi dalam sepekan terakhir. Pertama, AKP Ryanto Ulil Anshar yang menjabat Kasat Reskrim Polres Solok Selatan tewas ditembak Kapolres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar pada Jumat pagi (22/11/2024). di pagi hari
Kedua, penembakan dan/atau penembakan terhadap siswa SMK di Semarang. Korban, GRO (17), Klasaki dirawat di unit gawat darurat RSUP dr. RS Kariyadi Semarang.
Dalam siaran persnya, Selasa (26/11/2024), Setara merekomendasikan agar Polri mengambil tindakan tegas dan terbuka untuk memastikan penggunaan senjata api ilegal tidak terjadi lagi di kemudian hari.
“Masalah kesehatan mental perlu mendapat perhatian dari pimpinan Polri untuk mencegah penggunaan senjata api yang berlebihan,” kata Ixan Yosari, peneliti divisi HAM dan keamanan Setara Institute.
Pada bagian lain rekomendasi yang diberikan, Setara mendorong Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas anak buahnya yang menggunakan senjata secara berlebihan dan di luar peruntukannya. Penggunaan senjata api secara internasional diatur dalam Kode Etik Aparat Penegak Hukum dan Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (Resolusi Majelis Umum PBB 34/169) yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (1990). . adalah Pengaturan internasional ini menekankan prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas dan tanggung jawab dalam penggunaan senjata api.
Selain itu, Setara merekomendasikan agar Polri menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), termasuk mengatasi kekurangan pengetahuan dan pemahaman petugas mengenai penggunaan senjata api.
Selain ketentuan internasional, penggunaan senjata api diatur dalam peraturan internal Polri berupa Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Polri. 47 (1) dan ayat (2) serta Pasal 48 Peraturan tersebut, Peraturan tersebut “mengmandatkan aturan, kondisi dan prinsip penggunaan senjata api sesuai dengan hukum internasional Dia.
Setara menilai, peristiwa penembakan tersebut menunjukkan tidak kompaknya aparat kepolisian, khususnya kepolisian di daerah, serta komitmen Kapolri dan jajarannya untuk melakukan reformasi Polri dalam mendukung Visi Indonesia 2045. Tingkat Mabes Polri yang mendorong supremasi hukum dan penegakan hukum yang efektif dan adil sebagai prasyarat untuk mencapai Indonesia 2045. Penegakan hukum yang berkualitas melalui aparat penegak hukum yang terampil dan kompeten. Ada kesinambungan.
Kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan anggota Polri berpotensi dan memang mengarah pada berkembangnya bisnis ilegal, termasuk bisnis jasa keamanan, oleh anggota Polri yang menjadi latar belakang terjadinya penembakan polisi di Selatan. Solok, Sumatera Barat, yang juga terkait dengan Setara Institute.
Motif penembakan tetap terbuka, dan ini merupakan kampanye keamanan yang penting dan kemungkinan keterlibatan dalam kegiatan ilegal merupakan fenomena gunung es yang nyata terjadi di banyak tempat. Kapolri harus menempatkan masalah ini sebagai prioritas struktural. Transformasi kelembagaan untuk mendukung pembangunan Indonesia tahun 2045 Badan Kepolisian Negara yang perlu dilakukan,” demikian rekomendasi Setara Institute.
Di sisi lain, Setara meyakini Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dapat menangani, menyelesaikan, dan menyelesaikan kasus-kasus tersebut secara menyeluruh, transparan, dan adil, karena ia berpengalaman menangani kasus serupa seperti peristiwa penembakan di Duren Tiga. . (Ferdy Sambo adalah sebuah kasus).