KARAWANG – YUSRIZAL menyantap kelapa yang dipesannya di salah satu toko di Chilamaya Kulon, Desa Chiparajaya, Kawasan Pasir Putih, Kabupaten Karawang. Warga Karawang itu terlihat menikmati semilir angin laut bersama istri dan kedua putrinya sambil sesekali memejamkan mata.
“Tempat ini menjadi salah satu sarana rekreasi kita. Dulunya kawasan ini merupakan pesisir pantai, namun kini menjadi daratan,” ujarnya kepada SINDOnews beberapa waktu lalu.
Yusrizal mengaku kaget dengan keindahan dan kenyamanan kawasan tersebut. Selain wisata pantai, kawasan ini juga merupakan rumah bagi hutan bakau dengan 25 spesies hewan berbeda yang terkikis akibat erosi. “Sekarang lahan ini sudah jadi tempat wisata, dulu sempat terendam banjir saat diangkut, dan airnya keruh,” ujarnya. Saat ini, ratusan wisatawan mengunjungi kawasan pasir putih tersebut setiap harinya.
Tak jauh dari tempat Yusrizal menikmati es kelapa, Sahari tampak sedang membersihkan tumpukan ban bekas di pinggir pantai. “Ban ini untuk mengejar pasir,” ujarnya.
Sejak 2016, Sahari berupaya agar kampung halamannya tidak terendam banjir. Selain itu, warga sekitar juga kerap mengekstraksi pasir untuk bahan konstruksi.
“Dulu warga sering mengambil pasir untuk bahan bangunan. Kami tidak mengizinkan mereka memanfaatkannya,” ujarnya. Tak heran, karena desa tempat tinggal Sahari kerap tenggelam di tengah malam. “Kalau air laut naik, desa kami akan terendam, perlahan lahan akan terkikis dan berubah menjadi pantai,” ujarnya.
Berbagai cara dilakukan agar desa pemukiman tersebut tidak hilang. Selain untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak menggali pasir sembarangan, muncul ide untuk mengumpulkan pasir menggunakan ban bekas di Sahara.
“Dengan bantuan Pertamina, kami memasang tiang pancang sepanjang 800 meter di pinggir pantai selama 8 tahun, sehingga luas lahannya mencapai 3,8 hektare. Dana yang dibutuhkan Rp1 juta per meter,” ujarnya.
Beberapa universitas telah melakukan penelitian terkait penciptaan ekosistem yang melestarikan lahan. Di antaranya Universitas Pajajaran (Unpad), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gajah Mada (UGM). Zona Ekowisata Pasir Putih merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial PHE ONWJ, Jam Pasir (Merawat Alam melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir).
Menurut Iin Inani, Hapokan Pantai Barokah, Chilamaya Kulon, kehadiran wisata Pasir Putih menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. “Dengan bantuan pertamina, termasuk pelatihan dan tempat wisata, sangat penting bagi perekonomian kita,” ujarnya.
Saat ini, jumlah ibu-ibu yang berpartisipasi dalam ekosistem jam pasir mencapai puluhan. “Setelah abrasi dihilangkan, perekonomian masyarakat membaik. Kita bisa berjualan di tempat-tempat wisata. Omzetnya per bulan bisa mencapai Rp 6-10 juta per bulan,” ujarnya.
Pakar lingkungan hidup Alexander Soni Keraf menilai bantuan Pertamina tidak hanya berdampak positif terhadap lingkungan, tetapi juga menciptakan ekonomi sirkular yang memperkuat stabilitas perekonomian masyarakat. “Ban bekas bisa disediakan oleh masyarakat. UKM dilibatkan, perekonomian masyarakat tumbuh sehingga tercipta ekonomi sirkular, bukan sekedar masalah lingkungan,” jelasnya.
Soni Pertamina yang merupakan mantan Menteri Lingkungan Hidup menilai langkah bantuan yang dilakukan sangat strategis dan harus memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara. “Upaya yang dilakukan Pertamina ini patut menjadi contoh bagi perusahaan nasional,” ujarnya.
Appostraps adalah singkatan dari breaker, surge supresor, dan sediment trap. Inovasi pemanfaatan ban bekas sebagai bahan pembuat appostrap ini terbukti efektif mengendalikan erosi dan sedimentasi pantai di tiga kabupaten di Jawa Barat yakni Karawang, Subang, dan Indramayu.
Climate Center, sebuah organisasi nirlaba internasional yang menganalisis isu perubahan iklim, memperkirakan banyak wilayah di sepanjang pantai utara Jawa Barat akan terendam dalam 8 tahun ke depan, tepatnya pada tahun 2030. Daerah yang berpotensi terendam banjir antara lain Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon. Genangan air di pantai utara Jawa menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan erosi tanah.
Sebelum PHE melaksanakan program ONWJ Appostraps, air laut mencapai rumah warga dengan ketinggian 10-15 cm.
Kini masyarakat yang tinggal di Pasir Putih Karawang bisa bernapas lega bersama warga Kecamatan Karawang, Kecamatan Tempuran, Desa Ciparajaya, Kecamatan Subang, Kecamatan Legonkulon, Desa Mayangan dan Kecamatan Indramayu, Kabupaten Balongan. Berbekal ban bekas, mereka mampu melawan risiko keausan.
Terbuat dari ban bekas, Appostraps mudah dirakit dan direplikasi, serta biaya pemasangannya jauh lebih murah dibandingkan bahan tahan aus lainnya seperti geobag atau paver beton. Selain itu, Appostraps mendapat hak paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Appostraps merupakan bagian dari komitmen kami dalam menjaga lingkungan melalui pendekatan yang terjangkau dan dapat diakses oleh semua pihak. Inovasi ini kami kembangkan untuk menyelamatkan lebih banyak masyarakat dan wilayah pesisir nusantara dari dampak abrasi. Mudah-mudahan bisa dimanfaatkan,” ujarnya. . Manajer Umum PHE ONWJ, Muzveer Wiratama.
Muzwir mengatakan, inovasi yang dipatenkan tersebut akan diadopsi di wilayah lain di Pertamina.
Visnu Hindadari, Managing Director Pertamina Subholding Upstream Regional Java, mengatakan Jam Pasir dapat menawarkan solusi inovatif. Sisa-sisa ban bekas dapat digunakan untuk membuat barang-barang berguna untuk melindungi wilayah pesisir dari keausan.
“Kami percaya bahwa menjaga lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab perusahaan besar saja, namun harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kami membuka akses terhadap solusi inovatif ini untuk tujuan non-komersial,” tutupnya.