JAKARTA – Majelis Masyaikh meluncurkan Sistem Layanan Informasi Majelis Masyaikh (Syamil), sebuah aplikasi layanan pendidikan pesantren. Aplikasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pesantren.
Peluncuran aplikasi tersebut dilaksanakan dalam acara bertajuk “Pertemuan Kick-off MM Pemangku Kepentingan-Upacara Pelantikan Dewan Masyayikh”. Hadir dalam acara tersebut Ketua Komite VIII DPR Marwan Dasopang, Ketua Majelis Nasional Masyayikh KH. Abdul Gofarozin dan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar.
Komite VIII DPR Marwan Dasopang menyatakan komitmennya untuk membentuk dana amal untuk pesantren. Dasopang menyampaikan keyakinannya bahwa tahun ini akan menjadi tahun kemenangan bagi pesantren di Indonesia. Dasopang menekankan perlunya pengakuan pemerintah agar pesantren dapat memiliki akses yang setara terhadap fasilitas dan manfaat seperti pendidikan formal lainnya.
Rabu (13 November 2024) “Kami mengontrol hak kami (pondok pesantren) dan melindungi hak lulusan kami,” ujarnya.
Ketua Dewan Masayak KH. Abdul Gofarozin atau Gus Rozin menyatakan ada tiga agenda penting yang dibahas dalam pertemuan ini. Agenda pertama adalah membangun sistem penjaminan mutu pesantren yang salah satunya diterapkan di Simil.
Gus Rosin Menjelang akhir tahun 2024, ia berjanji akan mencapai tonggak baru dalam perkembangan pendidikan pesantren di Indonesia. “Ini merupakan langkah konkrit menuju pendidikan yang lebih berkualitas,” kata Gus Rozin.
Selain pembukaan lamaran, pelantikan Dewan Masayak juga menjadi fokus pertemuan ini. Meski dewan-dewan ini bekerja di pesantren masing-masing, namun pelantikan resmi tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi mereka dalam pembinaan dan promosi guru pesantren.
Hal ini merupakan kelanjutan dari upaya Dewan Masayik yang mengajak seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah maupun swasta untuk bekerja sama mengatasi permasalahan yang ada di pesantren. “Kami ingin semua pihak bersinergi untuk kemaslahatan pesantren,” kata Gus Rozin.
Gus Rosin menekankan pentingnya menjaga independensi pesantren. Menurut Gus Rozin, anggaran menjadi tolak ukur keberhasilan pondok pesantren baru tersebut. Dalam hal ini Majelis Masayaq berperan sebagai jembatan antara Pondok Pesantren dan pemerintah untuk memastikan kepentingan Pondok Pesantren didengar dan didengarkan. “Kami Dewan Islam harus memastikan hak-hak pesantren terlindungi,” tambahnya.
Gus Rozin juga menegaskan, setiap tahunnya Dewan Islam pesantren di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, apalagi setelah banyaknya undang-undang. Fokus khusus pada pesantren 18, 2019 Seiring bertambahnya jumlah pesantren, tantangan pengembangan dan penyediaan layanan berkualitas menjadi semakin kompleks.
“Seiring bertambahnya jumlah pesantren, kita perlu memberikan pelayanan yang lebih baik dan hal ini dilakukan oleh Dewan Islam melalui Siamil, untuk memastikan pesantren mengikuti perkembangan teknologi yang terus meningkat.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyampaikan visi Kementerian untuk menghidupkan kembali pendidikan pesantren. Nasruddin menekankan pentingnya melestarikan tradisi dan nilai-nilai pesantren, serta menolak tindakan yang tidak sesuai dengan ciri khas pesantren.
“Ukur pesantren berdasarkan ukuran dan nilainya, jangan terjebak pada metrik standar.”
Nasaruddin menegaskan, pesantren belajar tidak hanya dari manusia tetapi juga dari alam dan pengalaman yang lebih luas. Nasaruddin berharap para guru di pesantren dapat mendorong santri untuk berpikir kreatif dan kritis, serta tidak terjebak pada langkah-langkah pendidikan formal yang tidak mencerminkan keunikan metode pembelajaran di pesantren.
“Pesantren tidak hanya sekedar memberikan ilmu, tapi juga mendidik seluruh santri,” ujarnya.
Menteri Agama mengimbau semua pihak untuk fokus pada visi dan misi yang ingin dicapai berdasarkan UU Nomor 17 dalam penguatan pendidikan pesantren. 18. Undang-undang ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk meningkatkan mutu pendidikan di pondok pesantren dan mengarahkannya untuk mengembangkan masyarakat. “Pondok pesantren harus mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gus Rozin, yang menjawab tantangan yang dihadapi pesantren, berbicara tentang perlunya verifikasi informasi dan integrasi peraturan antara pusat dan daerah. Mereka menggambarkan kesenjangan antara kebijakan dan implementasi aktual, yang seringkali menyulitkan pesantren untuk mengakses sumber daya.
Tanpa adanya informasi dan bimbingan yang baik maka akan sulit melayani pesantren. Oleh karena itu, SYAMIL merupakan titik awal yang tepat untuk memfasilitasi hal tersebut.
Di akhir diskusi, peserta sepakat untuk berkolaborasi dan berbagi sumber daya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan pesantren.
Penataan ini dipandang sebagai langkah awal yang penting dalam membangun ekosistem pendidikan yang saling mendukung antara pesantren dan pemerintah, yang bertujuan untuk menghasilkan santri yang unggul dan berdaya saing di dalam negeri dan internasional. “Kita semua mempunyai tanggung jawab untuk membangun ekosistem ini demi masa depan pesantren yang lebih baik,” ujarnya.